REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom senior Bank Dunia Arvind Jain menjelaskan bahwa laporan kemudahan berusaha (ease of doing business/EoDB) tidak menyertakan sentimen politik sebagai indikator penilaian skor peringkat negara.
Dalam temu media melalui telekonferensi di Jakarta, Kamis (1/11), Arvind menjelaskan bahwa laporan Doing Business yang disusun oleh Grup Bank Dunia lebih menitikberatkan pada aspek regulasi dan hukum.
"Tidak ada sentimen politik yang tertuang dalam skor yang ada di indeks kemudahan berusaha," ujar dia.
Terdapat 10 indikator dalam penilaian kemudahan berusaha, di antaranya memulai usaha (starting a business), akses pinjaman, pendaftaran properti, penyelesaian kepailitan, pembayaran pajak.
Indikator lainnya yaitu perdagangan lintas batas, akses kelistrikan, perlindungan investor minoritas, penegakkan kontrak (enforcing contracts), dan urusan izin kontruksi (dealing with construction permit).
Dalam laporan Doing Business 2019, Indonesia terekam berhasil menerapkan 17 jenis reformasi dalam tiga tahun terakhir. Pada laporan terbaru, Indonesia telah melakukan tiga jenis reformasi yaitu dalam indikator memulai usaha, memperoleh pinjaman, dan pendaftaran properti.
Indonesia berada di peringkat 73 dari 190 negara dalam hal kemudahan berusaha, menurut laporan Doing Business 2019. Peringkat kemudahan berusaha Indonesia menurun satu peringkat dibandingkan laporan yang sama tahun lalu.
Meskipun menurun secara peringkat, namun nilai kemudahan melakukan berusaha Indonesia meningkat dari 66,54 pada 2018 menjadi 67,96 (2019).