Jumat 02 Nov 2018 08:04 WIB

Makna di Balik Pertemuan Muhammadiyah dan NU

Muhammadiyah dan NU ingin meredam gejolak yang terjadi di akar rumput.

Ketua umum PBNU Said Aqil Siroj berjabat tangan dengan Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir sebelum makan malam sekaligus bersilahturahmi di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Rabu (31/10).
Foto: Republika/Prayogi
Ketua umum PBNU Said Aqil Siroj berjabat tangan dengan Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir sebelum makan malam sekaligus bersilahturahmi di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Rabu (31/10).

REPUBLIKA.CO.ID

Para petinggi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) melakukan silaturahim ke kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jalan Menteng Raya, Jakarta Pusat, Rabu (31/10) malam. Apa sebenarnya yang dibicarakan dalam pertemuan tersebut? Apa kaitannya dengan insiden pembakaran bendera atau tahun politik belakangan?

Wartawan Republika, Muhyiddin dan Fuji Eka Permana, mewawancarai secara terpisah Sekjen PBNU Helmy, Faishal Zaini, dan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, sehari setelah pertemuan itu. Berikut petikan wawancaranya.

Apa saja yang dibicarakan antara PBNU dan PP Muhammadiyah?

Helmy: Sebenarnya kunjungan PBNU ke Muhammadiyah adalah kunjungan balasan. Sebab, pada Mei lalu Muhammadiyah juga datang ke PBNU. Pertemuan tadi malam melakukan silaturahim untuk memperkuat kerja sama-kerja sama.

PBNU dan Muhammadiyah juga banyak mendiskusikan masalah yang berkembang sekarang dengan melihat konstelasi global. Pada era media sosial ini, strategi dan tantangan kita dalam berdakwah memerlukan langkah dan terobosan agar umat tidak mudah diprovokasi.

Kami sama-sama melihat bahwa bahaya dari gerakan radikalisme global yang bersumber dari paham transnasional yang masuk ke Indonesia. Itu memang ada upaya-upaya yang sistematis. Mereka ingin mengganti haluan negara kita.

Abdul Mu’ti: Pertemuan semalam membahas masalah-masalah keumatan dan kebangsaan, terutama yang terkait dengan bagaimana memelihara persatuan umat dan bangsa. Pertemuan berlangsung sangat akrab dan cair. Muhammadiyah dan NU bertukar pandangan tentang bagaimana menyikapi dan menyelesaikan masalah-masalah umat dan bangsa.

Apa urgensi pertemuan itu saat ini?

Helmy: Silaturahim bisa dilakukan kapan saja. Ada atau tidak ada masalah bisa melakukan silaturahim. Bahu-membahu dalam melakukan kebaikan itu baik.

Abdul Mu’ti: Pertemuan semalam merupakan silaturahim biasa sebagai balasan atas silaturahim Muhammadiyah ke PBNU beberapa bulan yang lalu. Tidak ada yang urgen dan khusus. Apalagi, sebelumnya juga sudah ada pertemuan di rumah dinas Pak Wapres Jusuf Kalla.

Walaupun dalam beberapa hal, pertemuan semalam menjadi timely karena adanya kejadian pembakaran bendera dan pandangan yang berbeda antara Muhammadiyah dan NU.

Bagaimana pembahasan soal insiden pembakaran bendera di Garut dalam pertemuan itu?

Helmy: Intinya semuanya memahami bahwa tidak ada niat buruk dari Banser. Banser sudah menyampaikan permohonan maaf karena melampaui prosedur yang ditetapkan. Oknumnya juga sudah menyampaikan permohonan maaf.

Kita sudah menatap ke depan. Kalau ada masalah bukan dibesar-besarkan, dihadap-hadapkan, dan dijadikan konflik. Kalau ada masalah, harus diselesaikan bersama agar masalah tersebut tidak menjadi besar. PBNU dan Muhammadiyah ingin bersama-sama meredam situasi.

Abdul Mu’ti: Ketua Umum PBNU dan Ketua Umum GP Ansor sudah melakukan klarifikasi. Mereka menjelaskan permohonan maaf dari NU dan Ansor serta tindakan yang mereka lakukan. Muhammadiyah memaklumi dan mengapresiasi langkah permintaan maaf oleh PBNU dan GP Ansor. Semua pihak berharap untuk dapat menerima permintaan maaf tersebut dengan tetap meminta polisi melanjutkan proses hukum.

Pak Haedar Nashir bicara soal kerja sama Kokam dan Banser. Apakah hubungan kedua sayap ormas tersebut dibicarakan juga?

Helmy: Kerja sama tersebut bisa dalam aksi kemanusiaan yang akan dimulai oleh Banser dan Kokam. Mereka bisa membuat panitia bersama untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan. Mereka juga bisa bersama-sama mengembangkan dakwah Islam yang ramah dan toleran.

Abdul Mu’ti: Sebenarnya tidak ada gesekan antara Muhammadiyah dan NU. Begitu pula antara Kokam Pemuda Muhammadiyah dan Banser NU. Muhammadiyah tegas tidak akan turun ke jalan dan membawa masalah pembakaran bendera ke pengadilan.

Namun, kalau ada elemen masyarakat yang tetap turun ke jalan dan menuntut ke pengadilan, itu semua hak mereka. Walaupun, kalau boleh menyarankan, sebaiknya masalah pembakaran bendera diselesaikan dengan musyawarah atas dasar semangat ukhuwah Islamiyah dan wathaniyah.

Kerja sama apa yang disepakati PBNU dan Muhammadiyah dalam pertemuan itu?

Helmy: PBNU dan Muhammadiyah bisa bersama-sama mengembangkan program pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi bagi warga. Jadi, yang akan dikerjasamakan, dalam hal ini Kokam dan Banser. Kerja sama tersebut akan diserahkan ke badan atau lembaga di PBNU dan Muhammadiyah. Jadi, dalam melaksanakan program kerja sama, instrumen-instrumen di PBNU dan Muhammadiyah yang akan bekerja.

Abdul Mu’ti: Belum dibicarakan secara khusus kerja sama Muhammadiyah dan NU. Sementara, masih bersifat usulan kerja sama dalam bidang pendidikan, ekonomi, dan kebudayaan. Konkretnya belum. Semalam saya usulkan agar bisa dilakukan kerja sama Pemuda Muhammadiyah dan Ansor untuk pemulihan bencana dan pembangunan pascabencana di Palu, Donggala, dan tempat-tempat lainnya. Jangan kerja sama yang bersifat seremonial, seperti kemah bersama atau apel.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement