Jumat 02 Nov 2018 10:18 WIB

Peserta Aksi Bela Tauhid II akan Doakan Korban Lion Air

Puluhan ribu, bahkan mungkin ratusan ribu orang akan awali aksi damai dengan berdoa.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Andi Nur Aminah
Sejumlah massa Aksi Bela Tauhid saat melakukan unjuk rasa di depan Kantor Kementerian Politik Hukum dan Keamanan, Jakarta, Jumat (26/10).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah massa Aksi Bela Tauhid saat melakukan unjuk rasa di depan Kantor Kementerian Politik Hukum dan Keamanan, Jakarta, Jumat (26/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Persaudaraan Alumni (PA) 212, Slamet Maarif, mengatakan, seluruh peserta Aksi Bela Tauhid II akan menggelar doa bersama sebelum demonstrasi dimulai. Slamet menyatakan, aksi tersebut bakal dihadiri puluhan ribu orang sehingga semakin banyak yang datang, akan semakin menguatkan doa yang dipanjatkan.

“Hari ini, puluhan ribu, bahkan mungkin ratusan ribu orang akan awali aksi damai dengan berdoa untuk korban Lion Air. Kita doakan bersama, insya Allah semakin banyak semakin baik untuk doa bersama,” kata Slamet kepada Republika.co.id, Jumat (2/11) pagi.

Baca Juga

Slamet menegaskan, gelaran aksi damai yang dilakukan seusai ibadah shalat Jumat hari ini bukan berarti menegasikan duka masyarakat. Khususnya atas kecelakaan yang menimpa pesawat Lion Air PQ-LPQ JT610, gempa bumi, dan tsunami di Sulawesi Tengah, serta gempa bumi di Lombok.

Massa aksi, kata dia, tak akan lupa itu dan selalu mendokan agar musibah-musibah yang menimpa Indonesia bisa dilalui dan segera terselesaikan. Aksi damai kedua kali ini diikuti oleh 48 organisasi masyarakat keislaman dari berbagai daerah.

Menurut Slamet, hingga Jumat pagi, massa dari wilayah Pulau Jawa mulai berdatangan menggunakan bus. Selain dari wilayah Jawa, massa juga berasal dari Bangka Belitung, hingga Medan, Sumatra Utara. Ia mengatakan, terjadinya aksi hari ini karena aparat dan pemerintah belum menyentuh substansi dari kasus pembakaran bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid.

“Sampai saat ini substansi dari persoalan belum tersentuh sehingga hari ini kita akan desak pemerintah untuk mengakui bahwa itu bendera kalimat tauhid,” ujarnya.

Selain itu, ia mengingatkan kepolisian bahwa harus bekerja dan bersikap secara adil dalam memproses kasus tersebut. Kendati seluruh pelaku yang terlibat, baik pembawa maupun pembakar bendera ditetapkan status sebagai tersangka, mereka dijerat dengan Pasal 174 KUHP bukan Pasal 156a KUHP tentang penodaan agama. 

Pasal tersebut berbunyi: "Barang siapa dengan sengaja mengganggu rapat umum yang tidak terlarang, dengan mengadakan huru-hara, atau membuat gaduh, dihukum penjara selama-lamanya tiga minggu atau denda sebanyak-banyaknya Rp 900."

Slamet mengatakan, hal itu mencerminkan bahwa kasus pembakaran bendera tauhid yang terjadi beberapa waktu lalu bukan termasuk penodaan agama. “Kita juga mendesak para aktor intelektual yang selama ini mengarahkan opini untuk membenci kalimat tauhid. Kita ingin mereka minta maaf. Saya pikir ini semua selesai kalau mereka gentle,” ujar Slamet.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement