Jumat 02 Nov 2018 13:22 WIB

Dua dari Lima Warga AS Nilai Islam tak Sesuai Nilai Amerika

Partai Republik cenderung memiliki perspektif negatif terhadap Islam.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Teguh Firmansyah
Kelompok Muslim Amerika Serikat mengampanyekan anti-Islamofobia.
Foto: world bulletin
Kelompok Muslim Amerika Serikat mengampanyekan anti-Islamofobia.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Penelitian oleh New America foundation dan American Muslim Initiative menemukan dua dari lima penduduk non-Muslim Amerika berpendapat Islam tidak sesuai dengan nilai-nilai Amerika.

Menurut temuan yang dipublikasikan pada Kamis (1/11), sebanyak 56 persen orang Amerika percaya bahwa Islam kompatibel dengan nilai-nlai Amerika. "Sementara, 42 persen mengatakan tidak," ujar pernyataan dalam penelitian, seperti dikutip laman Aljazirah, Jumat.

Sekitar 60 persen penduduk percaya bahwa Muslim AS patriotik dengan yang lain. Sementara, 38 persen dari mereka tidak. Penelitian tersebut menyatakan, meskipun mayoritas besar orang Amerika (74 persen) menerima banyak kefanatikan terhadap Muslim, 56 persen lainnya mengatakan mereka prihatin soal ekstremisme yang menyebar dalam komunitas Muslim.

Baca juga, Islamofobia dan Kegundahan Muslim Amerika.

Penelitian tersebut juga menemukan bahwa Partai Republik lebih cenderung memiliki persepsi negatif terhadap umat Islam dan agama Islam. Sebanyak 71 persen dari mereka mengatakan, Islam tidak sesuai dengan nilai-nilai Amerika. Sementara, sekitar 56 persen dari Partai Republik juga mengakui bahwa mereka akan khawatir jika sebuah masjid dibangun di lingkungan mereka.

Rekan senior di New America foundation, Robert McKenzie, mengatakan, terdapat sejumlah faktor yang berkontribusi membentuk sentimen anti-Muslim. Mereka, kata dia, tidak terbatas pada hak politik.

McKenzie sebagai penulis studi juga menambahkan, survei itu menemukan bahwa hanya di bawah separuh mayoritas orang Amerika benar-benar mengenal seorang Muslim.

Spesialis hubungan media Muslim Amerika, Rabiah Ahmed, mengatakan, meningkatnya Islamofobia memiliki konsekuensi di luar komunitas Muslim.  "Saya pikir Islamofobia bukan hanya masalah Muslim, tetapi masalah Amerika, sehingga perlu ditangani oleh semua sektor masyarakat," katanya.

Ahmed berpendapat bahwa umat Islam memiliki kewajiban untuk mengisi kesenjangan informasi guna menghilangkan ide-ide negatif masyarakat. Namun, dia juga mengatakan, politisi, segmen media, dan pemimpin agama dari komunitas lain telah memainkan peran dalam memicu kefanatikan anti-Muslim.

"Ketakutan akan ekstremis Muslim berasal dari tindakan ekstrem yang berasal dari industri Islamofobia, industri yang sangat terhubung, didanai dengan sangat baik, yang menjadikannya misi mereka untuk mencoba meminggirkan dan mencabut hak Muslim Amerika," ujar Ahmed.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement