REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Industri kelapa sawit dan pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) memiliki kaitan kuat. Hal tersebut berdasarkan hasil analisis kuantitatif yang dilakukan Lembaga Penelitian Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI).
"Ada hubungan yang sangat erat antara kenaikan jumlah lahan perkebunan kelapa sawit dengan kedelapan indikator SDGs yang diteliti," kata Febrio Kacaribu dari LPEM UI saat menjadi pembicara dalam konferensi hari pertama 14th Indonesian Conference Palm Oil melalui siaran pers.
Penelitian yang dilakukan menganalisis aspek ekonomi dan sosial dari kelapa sawit yang berkontribusi pada SDGs. Ruang lingkup kajian ini mengenai pertumbuhan ekonomi, keberlanjutan produksi dan konsumsi, kesehatan (angka harapan hidup), ketersediaan air bersih, kemiskinan dan ketimpangan, ketahanan pangan dan nutrisi, industrialisasi, serta pendidikan. Studi kasus dilakukan di Lampung Timur, kawasan yang tercatat terjadi peningkatan lahan kelapa sawit sebanyak 300 persen dari 2005 hingga 2015.
Hasil riset menunjukkan, dari 10 persen kenaikan jumlah lahan dari perkebunan kelapa sawit ternyata berpengaruh terhadap 0,05 persen penurunan tingkat kemiskinan, berpengaruh sebesar 0,02 persen dalam menurukan tingkat pengangguran, juga 0,03 persen peningkatan jumlah lulusan sekolah menengah ke atas, sebesar 0,12 persen peningkatan konsumsi non-makanan, sebesar 0,21 persen peningkatan akses ke air bersih.
Sedangkan, pengaruh kenaikan 10 persen lahan sawit terhadap peningkatan akses sanitasi bersih sebesar 0,17 persen, kenaikan angka pendapatan perkapita sebesar 1,8 persen dan angka harapan hidup dua hari lebih tinggi, serta peningkatan rata-rata jumlah kalori sebanyak 15,6 kkal.
Catur Ariyanto Widodo dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menyampaikan komitmen lembaganya terhadap keberlanjutan industri sawit dan pencapaian SDGs. Sebagai special operating agency yang dibentuk agar industri kelapa sawit dapat mengatasi aspek-aspek pembiayaan ini menjalankan serangkaian program dalam upaya menjadikan sawit berkelanjutan.
Ia melanjutkan, dua program utama yang dijalankan BPDPKS yakni program peremajaan kebun atau replanting bagi petani rakyat dan program biodiesel. Keduanya berkontribusi pada pemenuhan tujuan SDGs nomor delapan decent work and economic growth dan tujuan SDGs nomor tujuh affordable and Clean energy.
Industri kelapa sawit sendiri menyatakan komitmennya terhadap SDGs. Terkait dengan isu ketenagakerjaan misalnya, industri ini bergandengan tangan dengan International Labour Organization (ILO) dalam mendukung masalah ketenagakerjaan yang layak. Menurut Michiko Miyamoto dari ILO, kerja sama semacam itu akan ditingkatkan bersama-sama dengan perwakilan manajemen dan pekerja pada level perkebunan.
Akademisi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Bayu Krisnamurthi menegaskan bahwa industri kelapa sawit sangat berkontribusi kepada SDGs. Kontribusi itu sudah terlihat pada saat industri ini melakukan proses seperti biasa atau sebelum tuntutan SDGs.
"Sehingga, jika kita memang sengaja membuat proses bisnis yang sesuai dengan SDGs, maka akan lebih banyak kontribusi yang dihasilkan," katanya.