REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Keuangan Sri Mulyani memenuhi panggilan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pada Jumat (2/11) sore. Keduanya menjalani klarifikasi atas dugaan pelanggaran kampanye berupa aksi angkat jari saat pertemuan rutin IMF dan Bank Dunia di Bali beberapa waktu lalu.
Pantauan Republika.co.id, Luhut dan Sri Mulyani hadir di Bawaslu pukul 14.12 WIB. Keduanya hadir hampir bersamaan dengan menumpang mobil bernomor polisi B 1189 RFS dan B 2072 L. Kedua menteri tersebut langsung menuju ruang klarifikasi Bawaslu lewat pintu belakang. Puluhan awak media yang sudah menanti kedatangan keduanya di depan lobi Bawaslu, tidak sempat mengabadikan momen tersebut.
"Sudah naik ke ruang klarifikasi sejak sekitar 5-10 menit lalu," ujar salah seorang staf humas Bawaslu kepada wartawan.
Sebelumnya, pada Kamis (18/10), Tim Advokat Nusantara resmi melaporkan Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan dan Menkeu Sri Mulyani ke Bawaslu pada Kamis siang. Kuasa hukum pelapor, M Taufiqurrohman, mengatakan kedua penjabat negara itu diduga melakukan tindakan yang menguntungkan salah satu paslon capres-cawapres.
"Sebagai pejabat negara mereka melakukan tindakan yang patut diduga menguntungkan dan menujukan keberpihakan terhadap pasangan capres-cawapres Joko Widodo dan Ma'ruf Amin dalam kegiatan annual meeting IMF dan Bank Dunia di Bali pada 14 Oktober lalu," jelas Taufiq kepada wartawan di Kantor Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat.
Adapun dasar pengaduan tersebut karena agenda IMF merupakan agenda resmi kenegaraan. Kemudian, pengadu menemukan adanya indikasi kampanye terselubung, dimana Luhut dan Sri Mulyani terlihat mengarahkan Direktur IMF, Christine Lagarde dan Presiden Bank Dunia, Jim Yong Kim untuk berpose satu jari pada sesi foto.
"Kemudian ada ucapan Sri Mulyani 'Jangan pakai dua, bilang not dua, not dua'. Selanjutnya ada pula ucapan Luhut kepada Lagarde 'No no no, not two, not two'. Kemudian Sri Mulyani terdengar mempertegas dengan mengatakan 'Two is Prabowo , and one is for Jokowi'," jelas Taufiq.
Karena itu, kata dia, keduanya diduga memanfaatkan keadaan tersebut untuk menguntungkan dan menunjukan keberpihakan terhadap Pasangan Calon Nomor Urut 01, Joko Widodo- Ma'ruf Amin. "Bahwa perbuatan Luhut dan Mulyani secara hukum patut diduga telah melanggar Undang-Undang Pemilu, sebagaimana diatur Pasal 282 juncto Pasal 283 ayat (1) dan (2) juncto Pasal 547 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu, dengan ancaman pidana Penjara 3 Tahun serta denda Rp 36.000.000 (tiga puluh enam juta rupiah). Selain itu keduanya harus diberhentikan sebagai menteri yang secara nyata dan jelas tidak netral dalam kegiatan pertemuan kenegaraan," tegas Taufiq.