Jumat 02 Nov 2018 16:10 WIB

Dicari: Influencer Ekonomi Syariah

Kunci untuk meningkatkan peran keuangan syariah adalah edukasi dan kampanye.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Friska Yolanda
(ki-ka) Anggota Dewan Komisioner OJK Heru Kristiyana, Menteri Keuangan Sri  Mulyani, Gubernur BI Perry Warjiyo dan Dewan Komisioner Lembaga Penjamin  Simpanan (LPS) Fauzi Ichsan usai melakukan pertemuan Komite Stabilitas  Sistem Keuangan (KSSK) di Gedung Kementerian Keuangan, Kamis (1/11).
Foto: Republika/Melisa Riska Putri
(ki-ka) Anggota Dewan Komisioner OJK Heru Kristiyana, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Gubernur BI Perry Warjiyo dan Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Fauzi Ichsan usai melakukan pertemuan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Gedung Kementerian Keuangan, Kamis (1/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peran influencer dalam sosialisasikan ekonomi syariah dinilai sangat penting untuk menjangkau lebih banyak kalangan, khususnya generasi milenial. Termasuk, dalam penetrasi produk sukuk terbaru pemerintah, Sukuk Tabungan 002.

Salah satu poin penting dalam hal ini adalah mengubah stigma masyarakat terkait sukuk. "Sukuk itu distigmakan utang dan seakan najis, jadi kita mohon, kita perlu bersama-sama memperbaiki, karena jika distigmakan ini tidak akan berkembang, kita jadi mengkerdilkan potensi besar yang sudah ada," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani, kemarin.

Indonesia disebut-sebut perlu mempercepat pembangunan, sementara jika dengan APBN saja tidak akan cukup. Keuangan syariah menjadi potensi baru yang dapat ikut memajukan perekonomian nasional mengingat potensi yang dimiliki.

Sri Mulyani mengatakan pemerintah berkomitmen untuk meningkatkan inovasi produk syariah. ST-002 menjadi salah satu yang terbaru dan hasil penyesuaian dengan kondisi milenial saat ini. ST-002 memiliki imbal hasil minimal 8,30 persen dengan tenor pendek, juga dibeli secara online sehingga diharapkan dapat menarik kaum muda.

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo sepakat bahwa kunci untuk meningkatkan peran keuangan syariah adalah edukasi dan kampanye. Hal ini bisa dilakukan dari penanaman dalam kurikulum pendidikan seperti di pesantren dan universitas, juga pengembangan Sumber Daya Manusia. 

"Bagaimana mereka bisa menjadi aset dan ikut mensosialisasikan hal ini, kita kampanye bersama," kata dia.

Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, Nurhaida, mengatakan tingkat inklusi dan literasi keuangan syariah masih sangat rendah. Menurut survei yang dilakukan pada 2016, tingkat literasi dan inklusi keuangan syariah yang masing-masing hanya sebesar 8,11 persen dan 11,06 persen.

Nurhaida menilai kurangnya sosialisasi juga karena kurang momentum terkait dengan produk syariah itu sendiri. Market tidak berkembang karena variasi produk terbatas sehingga masyarakat tidak punya banyak pilihan.

"Maka, produk-produk syariah ini perlu dikembangkan. Kemudian memang betul dalam pengembangan syariah butuh koordinasi dan kerja sama yang baik dari pihak-pihak terkait," kata dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement