Sabtu 03 Nov 2018 22:06 WIB

Perceraian di Kota Depok Cukup Tinggi, Mengapa?

Depok juga menghadapi masalah serius perihal LGBT.

Rep: Rusdy Nurdiansyah/ Red: Elba Damhuri
Perceraian (ilustrasi)
Foto: flickr
Perceraian (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID DEPOK -- Pengadilan Agama (PA) Kota Depok merilis angka perceraian yang telah menembus 5.000 kasus sepanjang 2017. Pada 2018, tercatat ada 25 berkas gugatan cerai diajukan setiap harinya.

Dari jumlah berkas yang masuk setiap harinya, hanya satu persen kasus gugatan cerai yang dapat dimediasi PA Depok. "Data yang saya dapat ada 25 berkas gugatan cerai setiap harinya di PA Depok. Tentu saya sangat prihatin," kata Wali Kota Depok Mohammad Idris di acara Seminar "Ketahanan Keluarga" di Depok, Sabtu (3/11).

Baca Juga

Menurut Idris, data Dinas Perlindungan Anak Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga (DPAPMK) Kota Depok, rata-rata umur menikah di Kota Depok adalah 19 tahun. Sementara kasus perceraian sudah terjadi di tiga tahun umur pernikahan dan kasus perceraian terbanyak terjadi pada rentang 35-50 tahun umur pasangan menikah di tiap bulannya.

Terkuak bahwa 35 persen hingga 45 persen penyebab utama perceraian yakni ketidakharmonisan dalam menjalin hubungan di dalam keluarga. Selain itu penyebab perceraian lainnya adalah faktor ekonomi, akhlaq dan perilaku, cemburu, kawin siri dan hubungan gelap.

"Stop kekerasan terhadap anak di rumah tangga, stop kekerasan terhadap istri. Para istri juga stop melawan suami," tutur Idris.

Ketua PKK Kota Depok, Elly Farida menekankan bahwa kasus perceraian yang telah menembus angka 5.000 tak lepas dari permasalahan anak-anak dan penyimpangannya yang terjadi di kalangan mereka. "Inilah pentingnya membangun gerakan pendampingan anak-anak menjelang akil baliq karena banyak yang rapuh dan mengaku semua berawal dari keluarga," terang Elly yang tampil sebagai pembicara dalam seminar itu.

Istri Wali Kota Depok ini juga mengungkapkan rencananya membangun "sekolah pernikahan" untuk mencegah meningkatnya kasus-kasus siswi SMP dan SMA yang sudah berumah tangga sementara mereka belum siap menjalani tanggung jawab sebagai keluarga.

"Ditambah lagi mulai maraknya LGBT dan perilaku sodomi yang mengancam anak-anak Depok. Kita harus bergerak bersama untuk mengatasi persoalan tersebut," ucap dia.

Elly menegaskan, saat ini Kota Depok sudah memiliki peraturan daerah (Perda) Peningkatan Ketahanan Keluarga yakni Perda no 9 tahun 2017 dan Perda Kota Ramah Anak. "Nah, diharapkan dengan adanya Perda tersebut dapat mencegah kekerasan dalam rumah tangga yang merupakan pemicu utama perceraian," tegasnya.

Ketua Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) Kota Depok, KH Ahmad Badruddin, memberi solusi atas kasus perceraian yang tinggi ini. Menurut dia, bisa dicegah jika setiap pasangan yang menikah atau yang akan menikah mampu mengoptimalkan kecerdasan majemuk yang telah dikaruniakan Allah sesuai nilai-nilai Alquran.

"Kecerdasan majemuk harus mulai digunakan sejak memilih pasangan, menjalani amanah keluarga, membangun hubungan dalam keluarga besar hingga menyelesaikan konflik," jelas Badruddin.

Dia menambahkan, kecerdasan majemuk diantaranya adalah kecerdasan logika, matematika, bahasa, visual, musikal, kinestetik, inter dan intra personal, alamiah dan spiritual.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement