Ahad 04 Nov 2018 16:52 WIB

Ketua APJI: Impor Jagung Pukulan Telak Untuk Petani

Produksi jagung dalam negeri mencukupi kebutuhan pakan ternak sejak 2017

Red: EH Ismail
Ilustrasi areal tanaman jagung
Ilustrasi areal tanaman jagung

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Asosiasi Petani Jagung Indonesia (APJI), Sholahuddin menyayangkan keputusan pemerintah yang akan membuka keran impor jagung dalam waktu dekat. Kebijakan itu diambil usai rapat koordinasi pangan di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Jumat (2/11), sebagai upaya pemerintah menekan harga jagung pakan ternak yang melambung tinggi.

“Secara psikologis ini menjadi pukulan telak bagi petani. Apalagi kebijakan impor jagung ini diambil saat stok masih banyak. Secara langsung atau tidak langsung, saya khawatir kebijakan pemerintah ini akan menurunkan semangat petani,” kata Sholahuddin dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id.

Menurut Sholahuddin, dirinya kaget dengan kebijakan pemerintah untuk melakukan impor jagung. Terlebih sejak 2017, produksi jagung dalam negeri sudah mencukupi kebutuhan pakan ternak. “Seharusnya tahun politik menjadi kesempatan pemerintah untuk semakin menunjukkan keberpihakannya kepada petani,” ujarnya.

Lebih lanjut, Sholahuddin mengatakan, sebaran lokasi dan waktu tanam jagung bervariasi.  Sebagian besar petani jagung di sentra produksi memasuki masa tanam. Sementara itu, sejumlah lokasi di Jawa Timur, seperti Jember, Tuban, Kediri, Jombang, dan Mojokerto sekitar dua pekan mendatang justru akan melakukan panen. Hal tersebut sekaligus menepis anggapan bahwa kenaikan harga pakan ternak diakibatkan oleh produksi jagung yang menurun.  

“Kalau ada yang menyebut impor perlu dilakukan karena stok menipis, kami bisa mentahkan itu. Saat ini pabrik pengering kami di Lamongan saja, masih ada stok 6.000 ton. Di Dompu juga masih stok banyak karena di sana masih ada panen,” tutur Sholahuddin.  

Sholahuddin menyayangkan kebijakan impor yang dikeluarkan sekarang kemungkinan baru akan terealisasi di Januari. Momen itu bertabrakan dengan musim panen raya. “Ini tentunya akan menurunkan semangat petani yang sekarang masih menanam. Kalau impor masuk saat panen, petani sudah bisa membayangkan harga jagung mereka akan anjlok,” jelasnya.

Untuk itu, ia meminta pemerintah mempertimbangkan kembali keputusannya. Apalagi sesuai undang-undang, pemerintah harus melindungi petani dari kerugian. “Impor ketika panen raya melanggar undang-undang karena impor ketika panen raya bisa menyebabkan harga anjlok,” ungkap Sholahuddin.

Dengan kondisi tanam dan panen yang bervariasi, Sholahuddin optimistis produksi jagung hingga akhir tahun bisa mencapai target yang ditetapkan pemerintah. Apalagi panen di tahun ini mencakup lahan yang luas.

"Pertanaman jagung Bulan September mencapai 5,86 juta hektar tersebar diwilayah Indonesia, dan sampai Bulan Oktober produksi jagung diperkirakan mencapai 25,97 juta ton, Insya Allah dengan semangat petani untuk menanam, target 30,05 juta ton jagung di 2018 bisa tercapai, semangat petani itu yang perlu kita jaga," tutup Sholahuddin.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement