REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menelusuri kebenaran video anak laki-laki membacakan pantun untuk memilih nomor satu pada Aksi Bela Tauhid, Jumat (2/11). KPAI mendapatkan video itu dari berbagai laporan masyarakat.
"Berbagai laporan dari masyarakat begitu. Kami terus dalami dari informasi yang masuk," kata Ketua KPAI Susanto saat dihubungi Republika.co.id, Senin (5/11).
Komisioner KPAI Retno Listyarti mengatakan, jika video tersebut benar, sudah memenuhi unsur penyalahgunaan anak dalam kegiatan politik. "KPAI mendorong Bawaslu mengusut sesuai dengan tugas dan kewenangan yang dimiliki," ucapnya.
Menurut Retno, seharusnya dalam Aksi Bela Tauhid tidak terdapat pesan kampanye politik yang melibatkan anak-anak. Anak-anak tidak boleh diikutsertakan dan bahkan dijadikan juru kampanye dalam pihak manapun.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) - Retno Listyarti. (Republika)
Berdasarkan pengamatan KPAI, dalam video tersebut terlihat seorang anak laki-laki dengan kisaran usia 10-11 tahun sedang berorasi di atas podium. "Anak tersebut menutup pidato dengan sebuah pantun yang mengarah untuk memilih capres tertentu," tulis KPAI dalam keterangan resmi yang diterima Republika.co.id, Senin (5/11).
Berikut pantun yang diucapkan anak tersebut:
Jalan-jalan ke Kelapa Dua
Jangan lupa mampir ke toko sepatu
Eh Lu pade jangan lupa pilih nomor dua
lupain yang nomor satu.
Dahnil Anzar Simanjuntak. (Dok. Istimewa)
Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, kubu pasangan calon nomor urut 2 tidak pernah mengarahkan massa aksi untuk menggaungkan gerakan ganti presiden. Dengan menyatakan pilihan politik, Dahnil mengatakan, bukan berarti orang tersebut merupakan bagian dari tim sukses Prabowo-Sandi.
"Siapa pun bisa mengekspresikan dan enggak ada yang bisa mengendalikan saat massa (berkumpul) seperti itu," kata dia di Cikini, Sabtu lalu.
Di sisi lain, Dahnil mengkritik narasi yang menyatakan bahwa Aksi Bela Tauhid disusupi kepentingan radikal. Ia menilai, ini merupakan upaya kelompok-kelompok tertentu untuk menebar ketakutan.
"Hanya saja, sayangnya pihak lain menebar ketakutan saat ada demo ada tuduhan HTI sebagai kelompok radikal. Itu adalah upaya menebar ketakutan," ujar dia.