REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantaaan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan penerimaan hadiah dan janji terkait proyek-proyek di lingkungan pemerintah kota Pasuruan yang menggunakan APBD 2018 yang menjerat Wali Kota Pasuruan Setiyono. Pada Senin (5/11), penyidik memeriksa tiga orang saksi dari pejabat pelaksana teknis (PPK) serta pejabat pengadaan lingkungan sebagai saksi untuk tersangka penyuap Setiyono, Muhamad Baqir.
"Penyidik mendalami pengetahuan para saksi yang merupakan PPK dan pejabat pengadaan di lingkungan Pemkot Pasuruan terkait dugaan pengaturan pemenangan proyek di lingkungan Pemkot Pasuruan," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah dalam pesan singkatnya, Senin (5/11).
Dalam kasus ini selain Setiyono dan Baqir, KPK juga menjerat pelaksana harian Kadis Pekerjaan Umum (PU) Kota Pasuruan Dwi Fitri Nurcahya, Staf Kelurahan Purutrejo Wahyu Tri Hardianto.
Setiyono diduga menerima hadiah atau janji sekitar 10 persen dari proyek belanja modal gedung dan bangunan pengembangan Pusat Layanan Usaha Terpadu-Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (PLUT-KUMKM) pada Dinas Koperasi dan Usaha Mikro di Pemkot Pasuruan dengan sumber dana APBD Tahun Anggaran 2018. Penerimaan suap tersebut dilakukan secara bertahap.
Total penerimaan suap yang diterima oleh Setiyono yakni, pada 24 Agustus 2018, M Baqir mentransfer kepada Wahyu Tri Hadiarto sebesar Rp 20 juta untuk Pokja sebagai tanda jadi. Kemudian, M Baqir kembali menyetorkan uang tunai Setiyono melalui pihak-pihak perantara sebesar 5 persen atau sekira Rp 115 juta.
Atas perbuatannya sebagai pihak pemberi suap, M. Baqir disangkakan melanggar Pasal ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Sedangkan sebagai penerima suap, Setiyono, Diwi Fitri Nurcahyo, dan Wahyu Tri Hardianto disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.