Selasa 06 Nov 2018 11:49 WIB

Mantan Sekretaris MA Penuhi Panggilan KPK

Nurhadi tidak memberikan komentar saat dikonfirmasi seputar pemeriksaannya kali ini.

Eks petinggi Lippo Group Eddy Sindoro  usai menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Kosrupi (KPK), Jakarta, Senin (22/10).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Eks petinggi Lippo Group Eddy Sindoro usai menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Kosrupi (KPK), Jakarta, Senin (22/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi pada Selasa, (6/11). Ia akan diperiksa sebagai saksi dengan tersangka mantan petinggi Lippo Group Eddy Sindoro (ESI).

"Hari ini, dijadwalkan pemeriksaan terhadap Nurhadi sebagai saksi untuk tersangka ESI dalam penyidikan kasus suap terkait pengajuan Peninjauan Kembali (PK) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta.

Nurhadi tiba di gedung KPK, Jakarta, sekitar pukul 10.15 WIB, namun yang bersangkutan tidak memberikan komentar saat dikonfirmasi seputar pemeriksaannya kali ini.

Sebelumnya, Nurhadi dan istrinya Tin Zuraida pada Senin (29/10) tidak memenuhi panggilan KPK. Sebagai catatan, kata Febri, pengiriman surat panggilan pertama ke alamat lama rumah Nurhadi tidak sampai.

Untuk diketahui, Tin Zuraida istri Nurhadi saat ini menjabat sebagai Staf Ahli bidang Politik dan Hukum Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB).

KPK telah menjadwalkan ulang pemanggilan terhadap Tin Zuraida pada Jumat (2/11) lalu, namun yang bersangkutan tidak hadir. KPK telah menerima surat dari Kemenpan-RB yang menginformasikan bahwa Tin Zuraida sedang melaksanakan tugas perjalanan dinas di luar negeri pada 3-7 November 2018 sehingga ada permintaan penjadwalan ulang setelah itu.

Sebelumnya, tersangka Eddy Sindoro menyerahkan diri ke KPK pada Jumat (12/10) setelah sebelumnya sejak April 2016 tidak berada di Indonesia. KPK sudah menetapkan Eddy Sindoro sebagai tersangka sejak November 2016 lalu. Eddy diduga memberikan hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait pengurusan perkara di Pengadilan Jakarta Pusat (PN Jakpus) terkait dengan permohonan bantuan pengajuan Peninjauan Kembali di PN Jakpus.

Sudah ada dua orang yang menjalani vonis terkait perkara ini yaitu panitera sekretaris PN Jakpus Eddy Nasution dan perantara suap Dody Arianto Supeno. Doddy sudah divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 3 bulan kurungan, sedangkan Edy Nasution sudah divonis 5,5 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 2 bulan kurungan.

Dalam putusan Edy Nasution, disebutkan bahwa uang 50 ribu dolar AS untuk pengurusan Peninjauan Kembali (PK) PT Across Asia Limited (AAL) yang diputus pailit oleh Mahkamah Agung melawan PT First Media. Edy menerima uang dari salah satu kuasa hukum yang baru dari Law Firm Cakra & Co yaitu Austriadhy sebesar 50 ribu dolar AS yang terbungkus dalam amplop warna cokelat

Eddy Sindoro pernah bertemu dengan mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi menanyakan kenapa berkas perkara belum dikirimkan dan Nurhadi sempat menelepon Edy Nasution untuk mempercepat pengiriman berkas perkara PK, namun Nurhadi mengatakan itu dalam rangka pengawasan.

Edy Nasution juga mengakui menerima 50 ribu dolar AS dari Dody di mana uang tersebut ada kaitannya dengan pengurusan perkara Lippo. Dalam perkembangan penanganan perkara tesebut, KPK juga telah menetapkan advokat Lucas (LCS) sebagai tersangka merintangi penyidikan dengan tersangka Eddy Sindoro

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement