Selasa 06 Nov 2018 15:07 WIB

Mentan: Surplus Jagung 330 Ribu Ton dan Ekspor 3,6 Juta Ton

Impor jagung yang dilakukan pemerintah 50 ribu ton melindungi peternak kecil

Rep: Intan Pratiwi/ Red: EH Ismail
Menteri Pertanian Amran Sulaiman usai memimpin Rapat Pimpinan dengan jajaran pejabat lingkup Kementerian Pertanian (Kementan) di Kantor Pusat Kementan, Jakarta, Selasa (6/11)
Menteri Pertanian Amran Sulaiman usai memimpin Rapat Pimpinan dengan jajaran pejabat lingkup Kementerian Pertanian (Kementan) di Kantor Pusat Kementan, Jakarta, Selasa (6/11)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menegaskan produksi jagung hingga saat ini surplus 330 ribu ton. Hal itu menjadi bukti upaya pemerintah dalam menggenjot produksi. Atas surplus itu, pemerintah menyetop impor 3,6 juta ton yang nilainya mencapai Rp 10 triliun.

“Kita dulu impor 3,6 juta nilai Rp 10 triliun. Sekarang juga pemerintah putuskan impor 50 ribu ton. Tapi kita sudah ekspor, pekan lalu 370 ribu ton dan sekarang menjadi 380 ribu ton. Hebat kan, dari impor ke ekspor. Point pentingnya adalah ekspor dikurangi impor yaitu 380 ribu ton dikurangi 50 ribu ton kan 330 ribu ton, artinya surplus,” kata Amran usai memimpin Rapat Pimpinan dengan jajaran pejabat lingkup Kementerian Pertanian (Kementan) di Kantor Pusat Kementan, Jakarta, Selasa (6/11).

Amran menjelaskan kebijakan impor jagung yang dilakukan pemerintah saat ini sebesar 50 ribu ton atau maksimal 100 ribu ton bertujuan melindungi peternak kecil. Pasalnya, perusahaan-perusahaan besar tidak mengimpor gandum untuk pakan yang biasa dicampurkan. Dengan demikian, pemerintah pengeluarkan jatah pasokan jagung untuk perusahan besar sebanyak 200 ribu ton. Dengan kata lain, stok jagung dalam negeri lebih banyak diserap oleh perusahaan besar.

“Akhirnya peternak kecil berteriak, tapi perusahaan besar kan diam. Ini diserap masuk tapi tidak beli feedmilk. Peternak kecilnya berteriak karena tidak pakai gandum. Itu yang tidak dipahami, kenapa perlu impor untuk melindungi peternak kecil,” ujar Amran.

Amran menambahkan, impor jagung yang dilakukan pemerintah hanya buffer stok, sebagai  alat kontrol. Jagung impor hanya digunakan jika harga pakan mengalami kenaikan tajam. Namun demikian, jika harga turun, pemerintah tidak akan mengelurkan jagung impor tersebut ke pasar.

“Ini baru mau impor  50 ribu ton oleh Bulog, itu pun pemerintah yang impor, bukan dilepas. Kalau harga turun, tidak mungkin dikeluarin, tidak boleh. Jadi impor sebagai alat kontrol saja. Cantik kan. Saya tanya prestasi gak pemerintah? Ini saya tanya. Cuma ada yang saya sedihkan, pemerintah impor lagi. Pembahasannya yang di bawa itu saja, impor 100 ribu ton itu terus yang digoreng. Jadi pembahasannya tidak balance,” tegasnya.

Kementan sangat berharap Bulog dapat menyerap stok jagung dalam negeri. Meski demikian, stok jagung dalam negeri sudah dikuasai perusahaan besar sejak awal yakni melalui sistem ijon atau dibayar duluan.

“Saya sih berharap seperti itu, terserah, Bulog boleh juga. Tapi intinya jangan biarkan peternak kecil berteriak. Jadi sederhana jawabanya. Anda boleh mengatakan ini rencana tapi sudah ekspor. Ekspor dikurangi impor yaitu 380 ribu ton dikurangi 50 ribu ton kan 330 ribu ton, artinya surplus,” terangnya.

Terkait Rapat Pimpinan yang berlangsung, Amran menyebutkan rapat tersebut untuk membahas secara fokus pengelolaan lahan rawa untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian produktif. Tahun ini Kementan telah berhasil mengembangkan lahan rawa menjadi lahan pertanian mencapai 50 ribu ha dan target ke depan akan terus dilakukan penambahan.

“Kita fokus, arahan Menko, ternyata Hari Pangan Sedunia kemarin kita dianggap berhasil pengelolaan rawa menjadi lahan sawah produktif. Rawa kita fokus garap yang dulunya tidur. Kita bangunkan rawa dan petani tidur. Lahan rawa ini di luar lahan gambut. Kerja samanya dengan petani langsung,” tuturnya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement