REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Slovenia pertama kali berjumpa dengan Muslim pada abad ke-16 ketika Ottoman menyerang wilayah itu. Serangan berlangsung selama lebih dari 200 tahun. Bosnia dan Kroasia telah ditaklukkan, tapi mereka tak pernah berhasil menaklukkan Slovenia. Perjumpaan ini meninggalkan kenangan buruk yang terus diwariskan dalam bentuk sastra dan seni.
Seiring waktu, Muslim kembali masuk ke Slovenia dengan cara berbeda. Veronika Bajt dalam "Muslims in Slovenia: Between Tolerance and Discrimination" menulis, Muslim mulai menetap di Slovenia pada 1970-an sebagai imigran ekonomi dari Yugoslavia.
Jumlah mereka kini berkisar antara 2,4 persen atau 50 ribu jiwa dari total populasi. Mayoritas berasal dari Bosnia, tetapi ada pula Albania, Roma, Montenegro, Makedonia, dan Slovenia.
Pada masa berikutnya, Muslim juga berdatangan dari Afrika dan Timur Tengah. Mereka datang untuk belajar, sengaja menetap, atau sebagai pencari suaka yang dalam beberapa tahun terakhir jumlahnya kian bertambah. Sayangnya, belum ada analisis lebih jauh mengenai pengaruh migran Muslim Timur Tengah yang baru saja tiba di negara seluas 20 ribu kilometer ini.
Veronika Bajt dalam tulisan yang lain, "The Muslim Other in Slovenia: Intersections of a Religious and Ethnic Minority" menambahkan, statistik resmi memperlihatkan kenaikan signifikan jumlah Muslim di Slovenia selama dua dekade terakhir. Menurut dia, ini lantaran dua faktor.
Pertama, Perang Yugoslavia 1990-an mengakibatkan jumlah pengungsi tetap di Slovenia bertambah. Sebagian besar berasal dari Bosnia-Herzegovina dan Kosovo. Kedua, jatuhnya sosialisme serta perubahan hubungan antara agama dan negara memberikan ekspresi keagamaan lebih terbuka. Konversi dari non-Muslim juga ada, tapi cukup jarang.
Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat dalam Slovenia 2012 International Religious Freedom Report melaporkan, pemerintah dan konstitusi Slovenia melindungi kebebasan beragama.
Konstitusi melarang diskriminasi atas nama agama, tindakan menghasut, mengobarkan kebencian, serta intoleransi. Pemerintah tidak membatasi kegiatan kelompok agama manapun. Toleransi dan antibias edukasi dipromosikan melalui program sekolah dasar dan sekolah menengah.