Selasa 06 Nov 2018 17:18 WIB

Derita Imigran Afrika Kelaparan di Israel

Para imigran Afrika harus bekerja lebih dari 12 jam sehari.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
Komunitas imigran Afrika di Israel
Foto: DPA
Komunitas imigran Afrika di Israel

REPUBLIKA.CO.ID,  TELAVIV -- Di sebuah penghentian bus di Tel Aviv sekelompok anak imigran Afrika memainkan musik dan menari dengan lagu yang terpasang dari sebuah CD player. Orang tua mereka bekerja hingga larut malam untuk sekedar bisa menyediakan makanan di atas meja makan.

Presiden Elifelet Yonit Naftali mengatakan meski anak-anak imigran Afrika tersebut mendapatkan akses pendidikan di Israel, tapi mereka mengalami berbagai kesulitan. Elifelet adalah organisasi filantropis yang khusus memenuhi kebutuhan anak imigran Afrika di Israel.

"Semua orang-orang terdekat mereka sangat tertekan, tidak ada uang untuk memenuhi kebutuhan dasar," kata Naftali, seperti dilansir dari Arab News, Selasa (6/11).

Selama beberapa dekade dari pertengahan 2000-an, sekitar 64 ribu warga Afrika yang kebanyakan berasal dari Sudan dan Eritrea tiba di Israel. Mereka datang melalui perbatasan Israel dengan Mesir di Sinai yang beberapa tahun lalu sudah ditutup.

Baca juga, Israel Usir Imigran Asal Afrika.

Para imigran dari negara-negara konflik tersebut sebagian besar pernah mengalami penyiksaan, perbudakan atau ditahan untuk uang tebusan oleh penyelundup di gurun Sinai. Kini masih ada sekitar 36 ribu warga Afrika yang tinggal di Israel. Lebih dari 6000 di antaranya anak-anak.

Kehidupan mereka semakin sulit sejak Israel memberlakukan undang-undang baru pada 2017. Undang-undang tersebut meminta para pengusaha memotong gaji para imigran yang masuk secara ilegal melalui perbatasan Sinai sebanyak 20 persen.

Insentif mereka juga tidak langsung diberikan tapi disimpan bersama dengan pajak pegawai 16 persen yang baru dapat diakses ketika mereka meninggalkan Israel. Naftali mengatakan sistem baru ini sangat menyulitkan keluarga imigran.  "Anak-anak yang pertama kena dampaknya," tambah Naftali.

Orang tua harus berkerja lebih keras lagi. Ada yang bekerja selama 15 jam per hari sementara pendapatan mereka terus berkurang. Membuat para orang tua imigran tidak bisa merawat anak-anak mereka dengan baik.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement