Rabu 07 Nov 2018 01:59 WIB

LBH Street Lawyer: Unsur Pidana Penodaan Agama Belum Disidik

LBH Street Lawyer menegaskan belum ada pemanggilan pemeriksaan pelapor.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Nashih Nashrullah
Sejumlah massa mengikuti Aksi Bela Tauhid II didepan Patung Kuda, Monas, Jakarta, Jumat (2/11).
Foto: Republika/Prayogi
Sejumlah massa mengikuti Aksi Bela Tauhid II didepan Patung Kuda, Monas, Jakarta, Jumat (2/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –  Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Street Lawyer selaku pelapor kasus pembakaran bendera, meyakini unsur pidana penodaan agama  dalam pembakaran bendera sesuai pasal 156a KUHP belum disidik. Ini sesuai tuntutan LBH Street Lawyer dalam laporan ke Bareskrim Polri.

Atas dasar ini, pelapor menilai  kasus pembakaran bendera oleh dua orang oknum Banser saat peringatan Hari Santri, 22 Oktober di Garut masih belum selesai, walau vonis hakim PN Garut telah dijatuhkan ke pelaku dengan pidana 10 hari. 

Direktur Legal LBH Street Lawyer, Muhammad Kamil Pasha, mengatakan meski pihaknya menghormati putusan hakim,  namun ia menegaskan apa yang didakwaan atas vonis tersebut bukan terkait penodaan agama pasal 156a dalam KUHP. 

Hakim Pengadilan Negeri (PN) Garut memutus dengan dakwaan pasal 174 KUHP menyebabkan kegaduhan di masyarakat.

"Ini belum sesuai harapan dari dakwaan pasal yang kita laporkan soal penodaan agama pasal 156a KUHP yang diancam pidana setidaknya lima tahun," ujar Kamil kepada wartawan, Selasa (6/11). 

Ia menyebut pelaku pembakar pun masih bisa dituntut kembali walaupun vonis sudah jatuh dari hakim. Dalam KUHP pasal 76 disebutkan, seseorang tidak boleh dituntut dua kali atas perbuatan yang sama, yang sebelumnya sudah diputus oleh hakim. 

Ia menegaskan tuntutan LBH Street Lawyer adalah penodaan agama, yang berbeda dengan dakwaan putusan hakim dikenakan unsur penyebaban kegaduhan. 

Selain itu, lanjut dia, LBH Street Lawyer juga melaporkan terkait UU ormas, karena yang membakar merupakan elemen salah satu ormas.

"Kami minta kepada aparat kepolisian segera memproses laporan kami, karena masih bisa diproses atas dasar perkaranya yang berbeda. Jadi itu juga harus diproses," katanya.

Sampai saat ini, jelas Kamil, sejak laporan disampaikan belum ada sama sekali pemanggilan pemeriksaan dari aparat kepolisian. "Sampai saat ini kami belum menerima panggilan untuk BAP klarifikasi tersebut," ungkap Kamil.

Sebelumnya Pengadilan Negeri Garut pada Senin (5/11). Dalam sidang terkait pembakarab bendera di hari santri di Garut, hakim memutuskan pembawa dan pembakar bendera dijatuhi hukuman 10 hari penjara dan denda Rp 2.000.

Hakim beranggapan keduanya terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah sehingga dijatuhi kurungan 10 hari dan denda Rp 2 ribu. 

Kepada pembawa bendera pun, Hakim memutuskan menjatuhkan pidana ringan serupa. Unsur pidana yang dikenakan karena dianggap mengganggu dan membuat kegaduhan sebagaimana pasal yang didakwakan yakni Pasal 174 KUHP.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement