Rabu 07 Nov 2018 08:05 WIB

Rusia Intervensi Pemilu AS?

Rusia membantah telah campur tangan dalam pemilu AS.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Rusia, Vladimir Putin
Foto: Reuters
Presiden Rusia, Vladimir Putin

REPUBLIKA.CO.ID, SAN FRANCISCO -- Agen mata-mata Rusia yang diyakini terkait dengan pemerintahan di Moskow telah aktif menyebarkan konten pemecah belah dan mempromosikan konten ekstrem menjelang pemilihan sela AS pada Selasa (6/11). Namun menurut pihak berwenang Paman Sam, mereka telah bekerja keras untuk menutupi jejak intervensi tersebut.

Para peneliti mempelajari penyebaran disinformasi di jejaring sosial Facebook, Twitter, Reddit, dan platform lain. Mereka mengatakan taktik baru yang lebih halus telah memungkinkan sebagian besar informasi itu lolos dari pemblokiran perusahaan media sosial dan terhindar dari pengawasan pemerintah.

"Agen-agen Rusia itu pasti tidak diam di tempat. Mereka telah beradaptasi dari waktu ke waktu untuk mempengaruhi fokus AS," kata Graham Brookie, direktur Atlantic Council’s Digital Forensic Research Lab.

Badan intelijen dan penegak hukum AS sebelumnya juga mengatakan, Rusia telah menggunakan taktik disinformasi untuk mendukung kampanye Presiden Donald Trump pada pemilihan 2016.

Pemerintah Rusia menolak tuduhan adanya campur tangan dalam pemilu sela tahun ini. Pada Selasa (6/11), juru bicara Presiden Rusia Vladimir Putin, Dmitry Peskov, menolak berkomentar tentang tuduhan tersebut. "Kami tidak dapat bereaksi terhadap beberapa analis keamanan siber karena kami tidak tahu siapa mereka dan apakah mereka mengerti tentang keamanan siber," kata Peskov kepada wartawan.

Baca juga, Direktur CIA Rusia akan Targetkan Pemilu Sela AS.

Dia mengatakan, Moskow berharap ada perbaikan yang signifikan terhadap hubungannya yang semakin menegangkan dengan Washington setelah pemungutan suara.

Bukti Rusia untuk mengintervensi politik AS dibeberkan bulan lalu dalam tuduhan yang dilayangkan terhadap seorang perempuan warga negara Rusia. Perempuan itu bekerja sebagai akuntan di sebuah perusahaan di St. Petersburg yang dikenal sebagai Internet Research Agency.

Pengadilan menunjukkan, setelah menghabiskan 12 juta dolar AS untuk sebuah proyek intervensi pemilihan AS melalui media sosial pada 2016, perusahaan itu juga menganggarkan 12,2 juta dolar AS tahun lalu. Perusahaan itu kemudian dilaporkan telah menghabiskan 10 juta dolar AS hanya dalam semester pertama 2018.

Surat dakwaan pengadilan mengatakan, Internet Research Agency menggunakan akun media sosial palsu untuk mengunggah konten bermuatan politik termasuk ras, kontrol senjata, dan imigrasi. Konten itu bahkan mengejek politisi tertentu dalam berita tertentu.

"Kami telah melakukan banyak penelitian tentang berita palsu dan orang-orang sudah bisa mencari tahu kebenarannya. Jadi itu menjadi kurang efektif sebagai sebuah taktik," kata Priscilla Moriuchi, mantan pejabat Badan Keamanan Nasional yang sekarang menjadi analis di Recorded Future.

Namun Rusia telah memperkuat konten mereka dengan cerita fiksi dan meme internet. Konten semacam itu tampak lebih otentik, lebih sulit diidentifikasi sebagai perbuatan asing, dan lebih mudah diproduksi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement