REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Demonstrasi penolakan Trans Pakuan Koridor (TPK) 4 atau angkot modern beberapa waktu lalu berimbas pada pemberhentian operasional sementara angkot modern. Sejumlah pihak menyayangkan sikap Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bogor yang lamban dan kurang tegas dalam menyikapi kasus ini.
Ketua Pengawas Koperasi Duta Angkutan Mandiri (KODJARI) Dewi Jani Tjandra menuding, pihak Dishub tidak tegas dalam mengambil sikap. Menurutnya, kehadiran angkot modern bukan saja lengkap secara legalitas hukum, tapi juga bagian dari program re-reouting angkutan umum yang termaktub dalam Surat Keputusan (SK) Walikota tahun 2017.
"Dishub tidak tegas, TPK 4 ini program pemkot, seharusnya dibantu, bukan justru berhenti begini, gak beroperasi lagi," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (6/11), Bogor.
Terhadap angkot modern, Dishub dianggap telah melakukan pembiaran. Pembiaran itu menurutnya berupa tidak adanya upaya pengawalan ataupun pengamanan jalur TPK 4 agar dapat beroperasi kembali usai didemo. Sementara itu hal sebaliknya yang dilakukan Dishub adalah tidak menindak secara tegas angkot-angkot yang izin trayeknya telah dihapus. Seperti trayek 21, trayek 03, dan trayek 09.
Tebang pilih dalam menjalankan kebijakan kota itu dinilai sebagai langkah yang tidak tegas. Dewi menilai, imbas dari pemberhentian sementara operasi angkot modern adalah tidak adanya pemasukan dan kerugian yang dialami pengusaha dan juga sopir-sopir yang terjaring dalam KODJARI. Pasalnya, angkot modern tidak hanya menawarkan tarif atas yang relatif terjangkau, tapi juga disertai dengan fasilitas menarik seperti AC dan pintu otomatis. Menurut Dewi, fasilitas yang ditawarkan tersebut tidak mengeluarkan modal yang sedikit.
Sementara itu Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) M Ishack menilai, pemerintah tidak boleh takut dengan demonstrasi penolakan angkot modern. Menurutnya, justru yang harus dilakukan pemerintah adalah mengawal angkot modern agar dapat kembali beroperasi sesuai dengan mandat kebijakan yang ada, bukan justru memberi ruang pada angkot dengan trayek-trayek bermasalah.
Baca juga, Kota Bogor Sudah Terlalu Banyak Angkot
Misalnya saja ia menyebut, pada demonstrasi penolakan angkot modern, tuntutan massa kerap berubah-ubah dan tidak masuk akal. Dari tarif, pembayaran nontunai angkot modern, hingga jam operasional sudah disepakati bersama. Namun makin ke sini, Ishack menyebut terjadi inkonsistensi permintaan yang mencurigakan.
"Demo itu aspirasinya apa? Kita dengarkan. Oh, soal tarif, soal metode bayar, soal jam operasional angkot modern. Sudah kita iyakan, tapi ternyata mereka minta permintaan lain yang tidak masuk akal," ujarnya.
Ia menilai, demo penolakan angkot modern diinisiasi oleh Lembaga Swadaya Masyatakat (LSM) Sapu Jagad. Dari segi jumlah, ia menyebut tak ada jumlah massa yang masif, hanya berkisar 140 angkot yang hadir dalam demonstrasi tersebut.
Melihat adanya kerugian finansial yang terjadi dari KODJARI pascademo penolakan angkot modern, pemerintah didesak mengawal angkot modern untuk beroperasi kembali. Karena jika tidak ada upaya tersebut, ia menyebut, bukan tidak mungkin KODJARI bersama dengan Organda akan membawa kasus ini ke jalur hukum.
Menanggapi hal itu, Kepala Bidang Angkutan Umum Kota Bogor Jimmy Hutapea memaklumi jika terdapat langkah hukum yang dilakukan pihak KODJARI. Sebagai regulator, hal itu sudah dianggap sebagai konsekuensi terhadap kebijakan yang dijalankan. Namun begitu pihaknya akan terus berupaya memastikan angkot modern beroperasi.
Salah satu upaya yang akan dilakukan Dishub adalah berkomunikasi lebih lanjut dengan KODJARI. Terkait pengoperasian angkot modern kembali, ia berjanji pada Jumat pekan ini, angkot modern sudah bisa beroperasi.
Baca juga, Upaya Mengurangi Angkot Kota Bogor yang Belum Berhasil