Rabu 07 Nov 2018 16:52 WIB

Saat Dua Muslimah dan Dua Wanita Pribumi Menangi Pemilu AS

AS akan memiliki kongres paling beragam sepanjang sejarah.

Rep: Lintar Satria/Marniati/ Red: Teguh Firmansyah
Warga Minneapolis memberikan suara mereka pada Selasa (6/11) dalam pemilu paruh waktu Amerika Serikat.
Foto: Mark Vancleave/Star Tribune via AP
Warga Minneapolis memberikan suara mereka pada Selasa (6/11) dalam pemilu paruh waktu Amerika Serikat.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) akan memiliki Kongres paling beragam sepanjang sejarah. Pemilihan paruh waktu 2018 berhasil mendobrak batas perwakilan yang berdasarkan ras dan gender. Untuk pertama kali dua perempuan pribumi suku Indian lolos ke House of Representative.

Selain itu untuk pertama kalinya tahun ini dua perempuan Muslim juga masuk menjadi anggota Kongres. Massachussetts dan Connecticut juga mengirimkan dua perempuan Afrika-Amerika sebagai perwakilan mereka. Sementara Arizona dan Tennessee juga pertama kalinya mengirimkan perwakilan perempuan sebagai senator.

Baca juga, Menang, Tlaib Jadi Muslimah Pertama di Kongres AS.

photo
Rashida Tlaib.

Pemilihan paruh waktu tahun ini mencatatkan rekor jumlah kandidat perempuan minoritas yang maju menjadi baik menjadi anggota Senat, Kongres maupun gubernur.

Menurut Pendiri  Higher Heights for America, Kimberly Peeler-Allen, para kandidat tersebut adalah pionir dan pelopor pada pemilihan-pemilihan selanjutnya. 

"Ini menjadi langkah panjang untuk kami bisa mencapai titik representasi proposional, tapi malam ini adalah langkah yang amat besar untuk melihat seperti apa para pemimpin di negeri ini," kata Peeler-Allen, Rabu (7/11).

Higher Heights for America, sebuah organisasi yang fokus mendorong dan mendidik perempuan Afrika-Amerika untuk menjadi pemimpin. Peeler-Allen mengatakan meski perempuan minoritas tidak berhasil dalam pemilihan tahun ini, tapi mereka akan tetap menginspirasi banyak kandidat lain.

Seperti perempuan kulit putih yang terinspirasi maju menjadi pemimpin setelah Hillary Clinton kalah dalam pemilihan presiden tahun 2016 lalu. Pada pemilihan paruh waktu 2018 ini banyak perempuan Afrika-Amerika yang menjadi pionir.

Seperti mantan perawat dan kini wakil dari partai Demokrat di Illinois Lauran Underwood dan wakil Demokrat lainnya yang juga mantan guru Jahana Hayes. Dalam pemilihan tahun ini pertama kalinya mereka maju sebagai kandidat.

Mereka maju di sejumlah wilayah yang mayoritas populasi berkulit putih dan yang secara historis konservatif. Tapi kemenangan para kandidat perempuan kulit berwarna berhasil mendobrak paham konvensional dalam pemilihan umum.

Seorang anggota partai Demokrat dan dewan kota Boston City, Ayanna  Pressley akan mewakili Massachusetts di Kongres. Namanya mencuat setelah berhasil mengalahkan pejawat yang memenangkan pemilihan 10 kali dalam konvensi partai Demokrat.

"Tidak ada satu pun dari kami yang maju untuk mencetak sejarah, kami maju karena ingin membuat perubahan, namun arti penting histori malam ini tidak hilang," kata Pressley, kepada pendukungnya.  

Setengah abad yang lalu Shirley Chisholm terpilih sebagai perempuan Afrika-Amerika pertama yang lolos ke Kongres. Beberapa perempuan Afrika-Amerika yang maju pada tahun ini mengatakan mereka terinspirasi perjuangan Chisholm.

Ilhan Omar dari Minnesota dan Rashida Tlaib dari Michigan akan menjadi dua perempuan muslim pertama yang duduk di kursi Kongres. Keduanya berasal dari partai Demokrat begitu pula dengan Deb Haaland dan Sharice Davise yang menjadi dua perempuan suku asli Indian yang juga akan duduk di kursi Kongres.

Mike Espy yang akan memperebutkan kursi Kongres dari Mississippi pada Desember mendatang dapat menjadi senator pertama dari negara bagian tersebut sejak paska perang sipil. Namun Stacey Abrams belum bisa mewujudkan cita-cita sebagai gubernur Afrika-Amerika pertama setelah kalah dari Brian Kemp di Georgia.

Andrew Gillum juga gagal menjadi gubernur Afrika-Amerika pertama di Florida karena kalah dari Ron DeSantis. Paulette Jordan juga gagal menjadi gubernur perempuan dari suku asli Indian pertama karena kalah di Idaho.

Berbagai pengaruh

Berdasarkan perhitungan, Demokrat berhasil menguasai kursi dewan majelis rendah (House). Sebaliknya Partai Republik masih tetap dominan di Senat.

Politikus Demokrat telah mengklaim keberhasilan di pemilu kali ini karena berhasil mematahkan dominasi Trump yang sebelumnya menguasai dua kamar di dewan.

Namun pihak Trump tak mau begitu saja mengakui kemenangan tersebut. Karena pada kenyataannya Republik cukup berpengaruh di Senat.

"Mungkin Anda mendapat riak kecil, tapi saat ini saya pikir tidak ada gelombang biru," kata juru bicara Gedung Putih Sarah Huckabee Sanders yang mengecilkan kebangkitan Demokrat, Rabu (7/11).

Sanders mengatakan, perwakilan Demokrat harus bekerja sama dengan Republik di Kongres. Ia juga menambahkan kemenangan Republik di Senat ini sebagai kemenangan bagi Trump.  "Ini momen besar dan kemenangan bagi presiden," tambahnya.

Meski partainya kalah di House of Representative tapi Trump tetap merasa sukses dalam pemilu paruh waktu tahun ini. "Keberhasilan yang luarbiasa malam ini, terimakasih semuanya," tulis Trump di akun Twitter.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement