Rabu 07 Nov 2018 18:46 WIB

KPK Sarankan KPU Umumkan Nama Caleg Mantan Napi Korupsi

Ada 40 mantan napi korupsi yang menjadi calon anggota legislatif pada Pemilu 2019.

Penyaringan caleg mantan koruptor
Foto: republika
Penyaringan caleg mantan koruptor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyarankan Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar mengumumkan 40 mantan narapidana korupsi yang menjadi calon anggota DPR, DPRD, dan DPD pada Pemilu 2019. Hal tersebut diungkapkan Komisioner KPU Wahyu Setiawan usai mendatangi gedung KPK Jakarta, Rabu (7/11), untuk berdiskusi soal mantan narapidana korupsi dalam Pemilu 2019 tersebut.

"Kami hadir di sini dalam rangka memenuhi undangan terkait dengan calon anggota DPR, DPRD, dan DPD yang mantan napi korupsi," ucap Wahyu, Rabu (7/11).

Hasil diskusi tersebut, lanjut Wahyu, KPK memberikan saran kepada KPU untuk mengumumkan 40 orang mantan narapidana korupsi yang sekarang menjadi calon anggota DPR, DPRD, dan DPD kepada publik.  "Kami akan segera membahas dalam rapat pleno KPU dan kemungkinan kami akan mengumumkan 40 orang calon anggota DPR, DPRD, dan DPD yang pernah dijatuhi sanksi pidana karena kasus korupsi," ungkap Wahyu.

Selanjutnya, kata dia, KPU dan KPK akan bekerja sama untuk memberikan sosialisasi dan pendidikan pemilih terhadap masyarakat luas. Tujuannya, agar bersama-sama memerangi politik uang dalam Pemilu 2019.

"Kami akan berkerja sama dengan KPK untuk memberikan sosialisasi dan pendidikan kepada masyarakat terkait hal ihwal politik uang di mana politik uang itu cikal bakal korupsi," tuturnya.

KPU pun akan mematangkan secara teknis kerja sama dengan KPK dan pihaknya akan memanfaatkan waktu kampanye ini untuk melalukan sosialisasi melalui berbagai media kepada masyarakat luas terkait gerakan antipolitik uang.  Sementara itu, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan bahwa berdasarkan data KPK, pihaknya telah memproses sebanyak 69 anggota DPR RI dan 150 anggota DPRD yang terlibat korupsi.

KPK mengharapkan hasil pemilu legislatif nantinya tidak menambah deretan para pelaku korupsi itu. Sehingga, beberapa koordinasi dan penguatan kerja sama perlu dilakukan termasuk memberikan pemahaman kepada publik.

"Misalnya, terkait napi korupsi yang menjadi calon legislatif kembali dan terkait kesadaran tentang politik uang. Jadi, tidak ada lagi seharusnya adagium-adagium yang menyatakan terima uang tetapi jangan pilih calonnya justru saatnya masyarakat menolak uangnya dan tidak memilih calon-calon yang mempengaruhi atau berupaya membeli suara masyarakat tersebut," ujar Febri.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement