REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Hafil/Wartawan Republika.co.id
Siapa sangka, foto-foto Air Terjun Nyarai di Hutan Gamaran, Nagari Salibutan, Kecamatan Lubuk Alung, Kabupaten Padang Pariaman, yang diunggah setiap hari di Facebook dan Twitter milik Ritno Kurniawan (33 tahun) pada 2013 lalu menjadi viral. Banyak teman-teman di media sosial Ritno kemudian menyebarkan foto-foto tersebut dan berkeinginan mengunjungi tempat itu.
Ritno bersama teman-temannya memang rajin mengunggah foto-foto Air Terjun Nyarai di media sosialnya. Hal tersebut dilakukan karena mereka bersepakat menjadikan air terjun itu sebagai tempat wisata baru.
“Setiap hari, kita selalu ada di depan laptop untuk mengunggah foto-foto Air Terjun Nyarai ke media sosial kita,” kata Ritno kepada Republika.co.id, Rabu (7/11).
Hasilnya, sungguh di luar dugaan. Sejak saat itu, banyak orang luar Padang Pariaman yang mendatangi air terjun tersebut. Ritno dan teman-temannya yang menjadi penggagas, tidak sekadar mengunggah foto, tetapi menjadi pemandu bagi para wisatawan baru itu.
Pada enam bulan pertama Air Terjun Nyarai dibuka sebagai tempat wisata, Ritno dan teman-temannya yang membentuk kelompok Lubuk Alung (LA) Adventure tidak memungut biaya untuk memandu para wisatawan. Tetapi, hal tersebut dilakukan dengan syarat para pengunjung wajib memviralkan foto-foto selfie mereka ke akun medsos masing-masing. Tujuannya, agar Air Terjun Nyarai menjadi terkenal.
“Luar biasa setelah itu. Justru banyak orang luar yang mengetahui ada air terjun yang sangat indah di Nagari Salibutan yang bahkan penduduknya sendiri tidak tahu,” kata Ritno.
Air terjun setinggi delapan meter ini dikelilingi oleh pepohonan yang rindang dan bebatuan besar. Jika dilihat dari atas, air yang turun dari air terjun seperti dibendung dua batu besar sebelum akhirnya masuk ke dalam kolam dengan air jernih berwarna hijau.
Di dalam kolam berwarna hijau itu banyak terdapat ikan. Di atas kolam, menggelantung ayunan akar pohon yang bisa dijadikan permainan.
Untuk menuju ke sana, wisatawan bisa menikmati petualangan wisata alam ke Hutan Gamaran dan air terjun Nyarai. Butuh waktu waktu dua sampai tiga jam untuk mencapai air terjun, jika mulai berjalan dari perkampungan.
Perjalanan ke air terjun diawali dengan melewati persawahan warga. Setelah itu, menyusuri hutan Gamaran. Selama perjalanan wisawatan melewati beberapa lubuak (semacam kolam di sungai) yang indah. Ada Lubuak Lalang, ada Lubuak Ngugun, dan Lubuak Batu Tuduang.
Wisatawan juga disuguhi paket perjalanan wisata alam, mulai paket fun tubing (menelusuri sungai), paket bird watching (melihat burung di hutan), dan paket camping. Adapun biaya yang dikenakan mulai dari Rp 40 ribu per orang hingga Rp 100 ribu per orang.
Para wisatawan harus tergabung dalam satu kelompok yang terdiri atas lima orang. Hingga 2017, kata Ritno, jumlah wisatawan yang mengikuti petualangan wisata alam ini telah mencapai lebih dari 80 ribu orang. Jumlah tersebut berdasarkan registrasi pengunjung.
“Alhamdulilah, sekarang sudah banyak yang datang ke tempat kita,” kata Ritno.
Tanpa melupakan kearifan lokal masyarakat setempat, para wisatawan harus mengikuti peraturan yang ditetapkan. Misalnya, dilarang membawa narkoba dan minuman keras. Setiap Jumat, kegiatan wisata libur karena menghormati warga yang melaksanakan shalat Jumat.
Pada 2016 Ritno mulai mempromosikan Air Terjun Nyarai lewat akun Instagram-nya. Selain itu, dia juga memiliki website pribadi berupa blog http://lubuk-aluang.blogspot.com/ yang berisi foto-foto paket wisata Air Terjun Nyarai dan juga panduan paket wisata. Dia juga mengunggah video-video kegiatan paket wisata alam Air Terjun Nyarai ke akun Youtube-nya.
Menurut Ritno, era digitalisasi ini sangat bermanfaat untuk mempromosikan sebuah tempat wisata. Karena, jika dikelola dengan baik dan tempatnya bagus maka akan sangat mudah viral.
“Ini sangat menguntungkan kita dan menguntungkan wisatawan yang ingin mengetahui informasi tentang destinasi-destinasi wisata baru,” kata Ritno.
Banyak pengunjung yang mengaku berkunjung ke Air Terjun Nyarai itu karena pengaruh viralnya foto-foto yang diunggah. Hal tersebut bisa diketahui dari testimoni mereka di blog http://lubuk-aluang.blogspot.com/.
“Air Terjun Nyarai benar-benar melihat surga dunia. Bagi yang gak percaya, boleh buktikan sendiri. Gambarnya gak hoax sama sekali. Saya telah membuktikannya. Besok, jika ada kesempatan saya akan ke sana lagi," kata Anugerah Agung, seorang wisatawan dalam testimoninya.
Atau, sebuah testimoni yang disampaikan oleh Nofrizal Rahman. “Luar biasa ekspedisi dan pemandangannya. Selama di perjalanan menuju air terjun, disuguhkan dengan pemandangan yang sangat indah dan alami. Terobati rasa capek dengan air yang dingin dan pemandangan air terjun yang beautiful.”
Pengunjung bergelayutan dengan akar kayu di air terjun Nyarai. Dok Instagram
Diakui
Sekarang, masyarakat Nagari Salibutan telah merasakan manfaat dari pembukaan jalur wisata alam. Perekonomian warga pun semakin membaik. Bahkan, status IDT (inpres desa tertinggal) yang dulu disematkan ke Nagari Salibutan telah dicabut pemerintah karena adanya perubahan ekonomi warga.
“Dulu, statusnya IDT, sekarang sudah tidak lagi karena ada pergerakan ekonomi di sana melalui kegiatan wisata alam ini,” kata Kepala Bidang Pengembangan Pariwisata Dinas Pariwisata dan Olahraga Kabupaten Padang Pariaman Wiwik Herawati.
Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman, lanjut Wiwik, sangat mendukung pengelolaan wisata oleh warga. Kelompok Ritno dengan LA Adventurenya ini termasuk kategori kelompok sadar wisata (pokdarwis). Dan, karena membawa perubahan besar, pokdarwis pimpinan Ritno ini mendapat juara lomba pokdarwis versi Kementerian Pariwisata pada 2014 lalu.
Tidak hanya penghargaan tingkat nasional, kelompok Ritno juga menjadi juara 1 Asosiasi outdoor Eropa yang peduli pada isu lingkungan dan wisata outdoor dunia (EOCA) 2016.
Hal ini tentu saja berdampak pengembangan wisata berbasis kelompok masyarakat di Nagari Salibutan menjadi percontohan daerah lainnya. Tidak hanya dari Sumatra Barat yang belajar mengelola sebuah wisata alam, tetapi juga dari Pemerintah Provinsi Jambi yang pernah melakukan studi banding ke Nagari Salibutan.
Ritno juga sering diundang menjadi narasumber untuk bidang kepemudaan dan pengelolaan pariwisata di daerah lain. Selain itu, penghargaan juga dia dapatkan dari PT Astra International Tbk dengan penghargaan Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards 2017.
Penghargaan tersebut diberikan bagi generasi muda yang tak kenal lelah memberi manfaat bagi masyarakat di seluruh penjuru Tanah Air. Terutama, dalam bidang pendidikan, lingkungan, kewirausahaan, kesehatan, dan teknologi.
Perjuangan
Kisah Ritno dan teman-temannya membuka jalur wisata alam baru di hutan Gamaran, Nagari Salibutan, ini bermula ketika Ritno Kurniawan yang merupakan pemuda Nagari Salibutan kembali dari perantauannya menuntut ilmu di Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta pada 2012. Sejak lulus kuliah, dia bertekad untuk membangun kampung halamannya.
Namun, setibanya di kampung halaman, dia merasa sedih melihat kondisi hutan yang rusak akibat pembalakan liar. Tidak hanya hutan yang rusak, tetapi juga sungainya karena jika hujan datang, air hujan tak bisa lagi tertampung oleh pepohonan di hutan yang mengakibatkan tanah menjadi tergerus dan terbawa ke sungai.
Kondisi ini tak bisa dia biarkan. Tapi, dia juga belum tahu apa yang akan dikerjakan. Sembari menunggu ide, dia meneruskan hobinya untuk menjelajah hutan. Sejak usia sekolah, dia memang sudah aktif di Pramuka.
Saat menjelajah hutan itulah, dia mendapatkan informasi dari warga bahwa di Hutan Gamaran ada Air Terjun Nyarai yang indah. Ritno kemudian mengajak teman-temannya untuk menelusuri air terjun yang jaraknya sekitar 12 kilometer (km) dari perkampungan.
“Saya kaget begitu melihat Air Terjun Nyarai. Potensi alam ini dibiarkan begitu saja tidak dikelola. Padahal, ini bisa menjadi potensi wisata yang mendatangkan keuntungan bagi warga,” kata Ritno.
Kemudian, Ritno berinisiatif untuk mendekati warga. Saat ada rapat atau pertemuan warga, dia datang, tapi belum mengutarakan ide untuk menjadikan Air Terjun Nyarai sebagai tempat wisata dan menghentikan kegiatan pembalakan liar yang merupakan mata pencaharian warga.
Dia baru memikirkan bagaimana caranya untuk berbicara kepada warga dan memetakan siapa tokoh-tokoh yang berpengaruh untuk didekati. Maklum, yang akan dia utarakan ini adalah masalah sensitif karena menyinggung mata pencaharian warga.
Baru, pada pertemuan kedua bersam warga, Ritno mengutarakan idenya. “Warga ternyata menolak ide ini karena mereka menolak untuk tidak lagi menebang pohon di hutan,” kata Ritno.
Ritno tidak menyerah, dia mendatangi para tokoh masyarakat dan adat. Dia menyampaikan kalau warga bersedia menghentikan kegiatan pembalakan liar dan mengembangkan wisata maka warga akan mendapatkan banyak keuntungan. Selain keuntungan ekonomi, juga keuntungan membuat lingkungan menjadi terjaga.
Upaya ini dia lakukan selama enam bulan. Akhirnya, Ritno memperoleh hasilnya. Warga menerima ide ini dan bersedia berhenti menjadi pembalak liar. Kemudian, mereka bersama-sama untuk mengembangkan potensi wisata Hutan Gamaran dan Air Terjun Nyarai.
Oleh Ritno, warga diberikan pengarahan berupa teori dan praktik untuk mengelola sebuah tempat wisata alam. Mereka diberikan pelatihan, seperti cara memandu hingga membuat registrasi pengunjung. Kemudian, Ritno dan warga memetakan jalur tracking ke Hutan Gamaran dan Air Terjun Nyarai.
Untuk mempersingkat jalur, agar pengunjung tidak terlalu lelah, dibuatkan jembatan menyeberangi sungai. Sehingga, jalur tracking dari perkampungan ke Air Terjun Nyarai dipangkas dari 12 km menjadi 7 km.
Tak lupa, Ritno juga menyiapkan sistem pembagian hasil keuntungan yang transparan. Tujuannya, agar warga juga mendapatkan keuntungan. “Alhamdulillah, setelah melewati proses persiapan itu, pada 2013 Hutan Gamaran dan Air Terjun Nyarai kita buka sebagai objek wisata alam hingga saat ini,” kata Ritno.
Sekarang, ada 174 warga yang bekerja sebagai pemandu wisata. Sedangkan, 20 orang warga lainnya direkrut menjadi pengurus LA Adventure. Para pengurus itu bertanggung jawab dalam pengelolaan wisata yang mencakup kebersihan, lingkungan, administrasi, parkir, keamanan, hingga hubungan masyarakat (promosi).
Tidak hanya memberikan pekerjaan baru baru bagi para mantan pembalak liar itu, kegiatan ini juga memberikan rezeki bagi warga lainnya. Warga membuka usaha makanan, suvenir, penginapan (home stay), hingga biro perjalanan.
Sep Malion (25), pemuda setempat yang menjadi anggota pemandu, mengatakan, jika wisatawan yang berjumlah di atas 30 orang, ibu-ibu di kampung dilibatkan untuk mengurus konsumsinya dan diminta untuk menghidangkan makanan lokal yang khas.
Apalagi, wisatawannya tidak hanya berasal dari Sumatra Barat, tetapi juga dari Riau, Batam, Jakarta, hingga Malaysia. Sehingga, bisnis penjemputan dari bandara ke area wisata juga menjadi hidup. Hasil yang kita dapat sekarang jauh lebih besar daripada menjadi pembalak liar dulu,” kata Sep Malion yang pernah berprofesi sebagai pembalak liar sebelum menjadi pemandu itu.
Tidak hanya mendatangkan rezeki, Nagari Salibutan mendapat manfaat lainnya dari sisi alam. Semenjak jalur wisata ini dibuka, warga gemar melakukan reboisasi atau penanaman pohon kembali di hutan. “Alhamdulillah, sekarang tidak ada lagi banjir bandang di kampung kami,” kata Sep Malion.
Foto air terjun nyarai yang diunggah Ritno Kurniawan di akun instagramnya.