REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku telah mengantongi komunikasi pihak-pihak yang terlibat dalam kasus dugaan suap perizinan proyek pembangunan Meikarta. Termasuk, percakapan petinggi Lippo Group dengan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin.
"KPK telah mendapatkan bukti komunikasi sejumlah pihak terkait dugaan suap proyek Meikarta ini," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah dalam pesan singkatnya, Rabu (7/11).
Febri menuturkan dari bukti komunikasi tersebut, semakin memperkuat dugaan suap pengurusan izin proyek pembangunan Meikarta, di Cikarang, Kabupaten Bekasi, terkait dengan kepentingan Lippo Group, selaku pengembang megaproyek 'Kota Baru' itu. Proyek Meikarta digarap oleh PT Mahkota Sentosa Utama (MSU), anak usaha PT Lippo Cikarang Tbk.
"Dari rangkaian pemeriksaan KPK terhadap lebih dari 40 saksi dan tersangka, sejumlah keterangan terus menguat, bahwa dugaan suap yang diberikan terkait dengan kepentingan perizinan Meikarta sebagai proyek Lippo group," ujarnya.
Adapun, pada Rabu (7/11), penyidik KPK juga memeriksa Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin. Selain dimintai keterangan, penyidik juga mengambil sampel suara Neneng. Untuk keperluan pembuktian. Usai menjalani pemeriksaan, Neneng menyatakan bakal mengungkap pihak-pihak yang terlibat dalam kasus suap Meikarta tersebut. Diketahui, Neneng telah mengajukan permohonan sebagai Justice Collaborator (JC).
Terkait, pengambilan sampel suaranya, menurutnya diperlukan untuk mengungkap pihak lain yang terlibat, termasuk korporasi. Mengingat, sejumlah petinggi Lippo Group beberapa kali melakukan pertemuan dengan Neneng. "(Soal keterlibatan pihak lain) Lihat faktanya saja, cuma cek voice," kata Neneng.
KPK baru saja menetapkan Bupati Bekasi periode 2017-2022, Neneng Hasanah Yasin (NHY) dan Direktur Operasional (DirOps) Lippo Group, Billy Sindoro (BS) sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta. Selain Neneng dan Billy, KPK juga menetapkan tujuh orang lainnya yakni, dua konsultan Lippo Group, Taryadi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP), serta Pegawai Lippo Group, Henry Jasmen (HJ).
Kemudian, Kepala Dinas PUPR Bekasi, Jamaludin (J), Kepala Dinas Damkar Bekasi, Sahat MBJ Nahar (SMN), Kepala Dinas DPMPTSP Bekasi, Dewi Tisnawati (DT) serta Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Bekasi, Neneng Rahmi (NR).
Sebagai pihak yang diduga pemberi suap, Billy, Taryadi, Fitra dan Henry Jasmen disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara yang diduga menerima suap, Neneng, Jamaludin, Sahat, Dewi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Neneng mendapat pasal tambahan yakni diduga penerima gratifikasi dan disangkakan melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.