Jumat 09 Nov 2018 04:00 WIB

Gawat, Kasus dan Biaya Kanker di Indonesia Makin Membengkak

Beban pembiayaan kanker menempati urutan ketiga setelah jantung dan gagal ginjal

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Anggota komunitas Sahabat Anak Kanker berkostum Spiderman ketika menghibur pasien anak-anak di Bangsal Anak, Rumah Sakit Syaiful Anwar, Malang, Jawa Timur, Sabtu (28/4).
Foto: Antara/Ari Bowo Sucipto
Anggota komunitas Sahabat Anak Kanker berkostum Spiderman ketika menghibur pasien anak-anak di Bangsal Anak, Rumah Sakit Syaiful Anwar, Malang, Jawa Timur, Sabtu (28/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengingatkan penyakit kanker yang perlu jadi perhatian semua pihak. Sebab, jumlah kasus maupun pembiayaan pengobatannya oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan cenderung meningkat dari tahun ke tahun.

"Penyakit kanker perlu mendapat perhatian kita semua karena kasus dan beban pembiayaannya yang sangat besar," ujar Kasubdit Penyakit Kanker dan Pembuluh Darah Kemenkes Asik saat mengisi acara Seminar Hukum dan Kesehatan bertema 'Perlindungan Hak Pasien Kanker Perempuan atas Akses Pelayanan Kesehatan Berkualitas di Era JKN', di gedung Kemenkes, di Jakarta, Kamis (8/11).

Ia mengutip data Kanker GLOBOCAN bahwa persentase kanker terbanyak pada pria adalah kanker paru sebanyak 14 persen dari total kanker atau sebanyak 22.440 kasus, kemudian diikuti Kanker kolorektal menempati dengan 11,9 persen atau 19.113 kasus. 

Sedangkan kanker yang terbanyak dialami wanita adalah payudara dengan persentase sebanyak 30,9 persen atau sebanyak 58.256 kasus. Kemudian diikuti kanker leher rahim (serviks) sebanyak 17,2 persen atau 32.469 kasus. 

Persoalan tidak berhentu di situ karena biaya pengobatannya juga membengkak.Ia mengutip berdasarkan data BPJS Kesehatan, beban pembiayaan layanan kesehatan kanker dari tahun ke tahun terus meningkat.

"Bahkan menempati urutan ketiga setelah jantung dan gagal ginjal," katanya.

Ia mengutip jika pembiayaan kanker pada 2014 masih menghabiskan Rp 1,9 triliun kemudian meningkat setahun berikutnya mebjadi Rp 2,5 triliun.

"Kemudian pada 2016 kembali naik menjadi sebanyak 2,7 triliun dan 2017 meningkat Rp 3,1 triliun. Itu terjadi karena lebih dari 70 persen pasien kanker datang ke fasilitas kesehatan dalam stadium lanjut," ujarnya.

Hal itulah, kata dia, yang membuat pembiayaan penyakit mematikan itu tinggi. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement