REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Sebanyak 46 organisasi masyarakat (ormas) bergabung dalam aksi damai ke Balai Kota, Jumat (9/11). Aksi tersebut merupakan tindak lanjut dari pertemuan sebelumnya dengan Wali Kota Bogor Bima Arya dan DPRD terkait penolakan terhadap komunitas LGBT.
Ketua Forum Masyarakat Kota Bogor Anti-LGBT Abdul Halim menyebut, aksi tersebut merupakan aksi damai yang membawa aspirasi penolakan dan pengawasan terhadap komunitas LGBT di Kota Bogor. Menurutnya, komunitas LGBT telah memanfaatkan ruang-ruang publik untuk menjalankan perilaku tercela. Hal tersebut dinilai akan memberi dampak sosial serta kesehatan yang negatif di masyarakat.
"Kita dapat laporan dari warga, ada juga yang kita temui sendiri bukti-buktinya di lapangan bahwa ruang-ruang publik di Kota Bogor ini sudah dijadikan tempat tercela. Mereka (komunitas LGBT) sudah frontal melakukan aksinya di ruang publik," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (9/11).
Ruang-ruang publik yang dimaksud, antara lain, taman kota dan terminal. Menurutnya, komunitas LGBT telah menyalahgunakan fungsi dari ruang-ruang publik sebagai sarana kumpul warga yang bernilai positif. Di lain sisi, menurutnya, aksi damai itu bukan bertujuan mendiskreditkan pelaku LGBT, melainkan merangkul para pelaku untuk dapat kembali pada jalur yang benar.
"Kita tidak menolak pelakunya (pelaku LGBT), tapi kami menolak perilakunya. Kalau memang terjadi penyimpangan seksual, sekiranya mereka membutuhkan batuan pengobatan, tentunya kami siap membantu," ujarnya.
Sementara itu, dalam jalannya aksi damai tersebut, ia berharap aspirasi yang disampaikan kepada Pemkot akan ditindaklanjuti ke DPRD agar dapat diikat dengan perda. Sehingga, ke depannya, komunitas LGBT di Kota Bogor dapat diawasi sesuai hukum yang ada.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Jajat Sudrajat menyatakan, aspirasi terkait penolakan komunitas LGBT di Kota Bogor sedang ditindaklanjuti. Tindak lanjut tersebut berupa rancangan peraturan daerah (raperda) yang naskah akademisnya sudah diselesaikan.
"Kami sedang tindak lanjuti dengan raperda. Naskah akademisnya sudah rampung, tinggal dimasukkan ke tahapan sidang," ujarnya.
Menurut Jajat, sidang raperda pertama direncanakan digelar mulai Januari hingga Agustus 2019 mendatang. Diharapkan, lanjutnya, raperda di sidang pertama bisa terselesaikan. Akan tetapi, ia menyebut, pada umumnya sebuah raperda yang digodok bisa memakan waktu hingga dua sampai tiga kali sidang.
"Kita berharap, raperda itu nantinya bisa selesai di masa sidang pertama, itu harapan kita semua," ujarnya.
Aksi damai penolakan terhadap LGBT dilakukan dengan long march dari Masjid Raya menuju Balai Kota Bogor. Sebanyak 46 ormas yang tergabung di dalam aksi tersebut,terdiri atas ormas keagamaan dan ormas umum, seperti Front Pembela Islam (FPI), Persis, Pemuda Muhammadiyah, hingga ke Komisi Penanggulangan Aids.