Jumat 09 Nov 2018 20:12 WIB

Kubu Ahmad-Rivai Perkarakan Pilkada Malut ke PTUN dan DKPP

Keputusan ini menyusul pengabaian KPU atas rekomendasi Bawaslu Malut

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Nashih Nashrullah
Rivai Umar (Kanan)
Foto: Muhammad Hafil/Republika
Rivai Umar (Kanan)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA— Pasangan calon gubernur-wakil gubernur Maluku Utara Ahmad Hidayat Mus-Rivai Umar akan menempuh langkah hukum menyikapi putusan KPU Maluku Utara yang mengabaikan rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Malut.

"Kami akan fokus beperkara ke PTUN dan DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu," kata Rivai Umar dalam keterangan tertulis diterima Antara di Jakarta, Jumat (9/11).

Sebelumnya Bawaslu Maluku Utara merekomendasikan agar KPU mendiskualifikasi Abdul Ghani Kasuba sebagai cagub karena calon petahana itu diduga melakukan pelanggaran ketentuan UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016, khususnya Pasal 71 ayat (2) yang melarang petahana melakukan penggantian jabatan dalam kurun waktu enam bulan.

Abdul Ghani dilaporkan oleh masyarakat setempat ke Bawaslu karena diduga melakukan serangkaian mutasi jabatan pada Agustus dan September lalu.

Namun, pada Kamis (8/11) KPU Maluku Utara melalui rapat pleno memutuskan calon gubernur petahana Maluku Utara Abdul Gani Kasuba tidak terbukti melakukan pelanggaran administrasi pemilihan kepala daerah (pilkada).

Rivai menilai ada yang janggal dalam keputusan KPU Maluku Utara karena KPU tidak bisa menunjukkan atau menghadirkan surat izin dari Kementerian Dalam Negeri dalam rangka penggantian jabatan itu.

"KPU Maluku Utara hanya menyebut melakukan langkah-langkah berupa konsultasi, meminta dan mengajukan permohonan kepada Menteri Dalam Negeri dan meminta pendapat ahli. Mereka (KPU Malut) berkesimpulan AGK tidak terbukti melakukan pelanggaran administrasi hanya berdasarkan itu," tutur dia.

Kubu Rivai menduga pergantian pejabat itu, yang menjadi temuan Bawaslu, dilakukan untuk mendukung kemenangan calon petahana.

Pasangan Ahmad Hidayat Mus-Rivai Umar sebelumnya dinyatakan sebagai pemenang pemilihan gubernur-wakil gubernur Maluku Utara. Namun, atas gugatan pasangan Abdul Ghani Kasuba-M Yasin Ali, Mahkamah Konstitusi memerintahkan pemungutan suara ulang.  

Sebelumnya,  Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Maluku Utara calon gubernur petahana Maluku Utara Abdul Gani Kasuba tidak terbukti melakukan pelanggaran administrasi pemilihan kepala daerah (pilkada). 

Ketua KPU Provinsi Maluku Utara, Syahrani Somadayo, mengatakan karena itu, Abdul Gani Kasuba tetap memenuhi syarat sebagai cagub Maluku Utara dalam Pilkada 2018. 

Syahrani mengatakan, keputusan KPU ini berdasarkan pleno yang digelar pada Kamis (8/11) malam. 

"Kami menyatakan cagub Abdul Ghani Kasuba tidak terbukti melakukan pelanggaran. Dengan demikian dirinya tetap sah sebagai cagub Maluku Utara," ujar Syahrani ketika dikonfirmasi Republika.co.id, Kamis malam (9/11). 

Sebelum memutuskan hal ini, KPU Maluku Utara sudah menempuh sejumlah langkah. Pertama, melakukan konsultasi dengan KPU RI tentang rekomendasi Bawaslu Maluku Utara yang memerintahkan cagub pejawat didiskualifikasi. 

Kedua, mengklarifikasi kepada Kementerian dalam Negeri (Kemendagri) tentang benar atau tidaknya informasi penggantian pejabat dalam lingkungan pemerintah daerah (pemda) Maluku Utara. 

Ketiga, menyampaikan rekomendasi Bawaslu Maluku utara kepada Mahkamah Konstitusi (MK). Selanjutnya, KPU Maluku Utara melakukan konsultasi dengan ahli hukum administrasi negaram ahli kepemiluan, melaporkan hasil tindak lanjut rekomendasi Bawaslu kepada KPU RI serta melakukan rapat pleno untuk membahas keputusan soal rekomendasi Bawaslu Maluku Utara.  

Dihubungi secara terpisah,  Sekjen  Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta memberikan apresiasi kepada Rivai dan pasangannya yang menggunakan koridor hukum dalam menyelesaikan persoalan itu dengan mengajukan ke PTUN dan dugaan pelanggaran etik oleh penyelenggara Pemilu.  

"Saya berharap majelis yang memeriksa nantinya benar benar melihat fakta, data, dan dokumen yang ada tentang proses yang ada secara jernih agar memberikan pendidikan politik dan demokrasi bagi masyarakat yang baik,” kata dia, Jumat. 

Dia mengingatkan aparatur sipil negara (ASN) harus netral dan tidak ada money politic di sana dan tidak boleh ada bantuan yang diberikan masyarakat atas dasar kepentingan untuk kemenangan atau keuntungan dari petahana.  “Ini harus jadi nilai dasar bersama yang disepakati bersama,” tutur dia.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement