REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Rahmat Bagja, menyebut ada kesalahan terkait keputusan KPU Provinsi Maluku Utara (Malut) yang menyatakan calon kepala daerah pejawat tidak bersalah. Menurutnya, surat dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang diterima oleh KPU perlu diperiksa kembali.
"Salah itu (jika tidak melakukan tindak lanjut atas rekomendasi Bawaslu). Sebab, alasannya tidak jelas. Tetapi atas keputusan itu, kami menghormatinya," ujar Bagja ketika dikonfirmasi pada Ahad (11/11).
Dia pun mengingatkan, bahwa surat dari Kemendagri sebagai jawaban atas konsultasi KPU soal dugaan pelanggaran yang dilakukan calon kepala daerah petahana harus diteliti kebenarannya. Namun, dirinya menyarankan agar pelapor saja yang melakukan hal itu.
"Termasuk untuk men-challange hasil keputusan KPU, lebih baik dilakukan oleh pelapor atas dugaan pelanggaran calon kepala daerah pejawat," ungkapnya.
Bagja mengungkapkan, sikap KPU Maluku Utara juga bisa mengarah kepada pelanggaran administrasi. "Sebab tidak menjalankan rekomendasi Bawaslu. Meski memang ada hak untuk independensi setiap lembaga," tuturnya.
Dia menambahkan, masih ada waktu tujuh hari sejak keputusan KPU pada Kamis (8/11) untuk mengambil sikap atas keputusan KPU. Pihaknya tetap menyerahkan hal ini kepada pelapor.
Sebelumnya, Ketua KPU Provinsi Maluku Utara, Syahrani Somadayo, mengatakan calon gubernur (cagub) Maluku Utara, Abdul Ghani Kasuba, tidak terbukti melakukan pelanggaran administrasi pilkada. Karena itu, KPU menyatakan Abdul Gani Kasuba tetap memenuhi syarat sebagai cagub Maluku Utara dalam Pilkada 2018.
Syahrani mengatakan, keputusan KPU ini berdasarkan pleno yang digelar pada Kamis malam. "Kami menyatakan cagub Abdul Ghani Kasuba tidak terbukti melakukan pelanggaran. Dengan demikian dirinya tetap sah sebagai cagub Maluku Utara," ujar Syahrani ketika dikonfirmasi Republika.
Sebelum memutuskan hal ini, KPU Maluku Utara sudah menempuh sejumlah langkah. Pertama, melakukan konsultasi dengan KPU RI tentang rekomendasi Bawaslu Maluku Utara yang memerintahkan cagub pejawat didiskualifikasi.
Kedua, mengklarifikasi kepada Kemendagri tentang benar atau tidaknya informasi penggantian pejabat dalam lingkungan pemerintah daerah (pemda) Maluku Utara. Ketiga, menyampaikan rekomendasi Bawaslu Maluku utara kepada Mahkamah Konstitusi (MK).
Selanjutnya, KPU Maluku Utara melakukan konsultasi dengan ahli hukum administrasi negaram ahli kepemiluan, melaporkan hasil tindak lanjut rekomendasi Bawaslu kepada KPU RI serta melakukan rapat pleno untuk membahas keputusan soal rekomendasi Bawaslu Maluku Utara.
Sebelumnya, Bawaslu Maluku Utara merekomendasikan agar Abdul Gani Kasuba didiskualifikasi sebagai salah satu cagub di daerah itu. Sebab, Abdul Gani dinilai melanggar ketentuan UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016.
Pasal 71 ayat (2) pada peraturan itu melarang petahana melakukan penggantian jabatan dalam kurun waktu enam bulan. Ini terhitung sejak penetapan paslon hingga masa akhir jabatannya.
Namun, Abdul Ghani dilaporkan oleh masyarakat setempat karena diduga melakukan serangkaian mutasi jabatan di daerahnya. Mutasi jabatan itu diduga dilakukan pada Agustus dan September lalu. Atas dugaan pelanggaran ini, Bawaslu akhirnya mengeluarkan rekomendasi bahwa pasangan cagub-cawagub Abdul Gani Kasuba-Yasin Ali didiskualifikasi dari pilkada.
Sementara itu, Komisioner KPU RI, Hasyim Asy'ari, menilai bahwa, KPU Maluku Utara telah menjalankan rekomendasi Bawaslu. Pelaksanaan rekomendasi itu, kata dia, dalam bentuk konsultasi kepada KPU RI dan Kemendagri.
Hasyim menjelaskan, dalam rangka tindak lanjut rekomendasi Bawaslu Maluku Utara, KPU RI memberikan arahan agar KPU Maluku Utara melakukan klarifikasi kepada Kemendagri.
"Mereka (KPU Maluku Utara) melakukan klarifikasi kepada Kemendagri apakah benar pejabat yang dimutasi itu sudah mendapat izin dari Mendagri. Sebab, wewenang itu kan dari Mendagri," kata Hasyim.