REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Terdakwa Chandra Ertikanto (58 tahun), oknum dosen di FKIP Universitas Lampung (Unila) yang berbuat asusila kepada mahasiswinya DCL, memohon kepada pihak keluarga korban untuk berdamai. Pada sidang lanjutan, Senin (12/11), terdakwa membuat pernyataan mengakui perbuatan cabulnya di hadapan majelis hakim dan jaksa penuntut umum (JPU).
Terdakwa meminta waktu sebelum sidang ditutup majelis hakim dengan agenda tuntutan JPU. Terdakwa membacakan surat pernyataan di hadapan majelis hakim dan JPU terkait dengan pengakuannya telah melakukan perbuatan asusila terhadap korban mahasiswi bimbingan skripsinya. Terdakwa juga memohon kepada pihak keluarga korban untuk melakukan upaya perdamaian.
JPU Kadek Agus Dwi Hendrawan mengakui sidang lanjutan dengan tuntutan terhadap terdakwa Chandra ditunda pekan depan. Alasan ditunda, karena JPU belum siap atas tuntutan terhadap terdakwa.
Menurut Kadek, pernyataan terdakwa yang mengakui perbuatan dan memohon perdamaian kepada korban dan keluarga korban, tidak memengaruhi tuntutan JPU. “Meski sudah ada pernyataan terdakwa, tetap tidak memengaruhi tuntutan jaksa,” katanya.
Baca: Polda Lampung Tolak Penangguhan Tahanan Dosen Cabul
Ia mengatakan JPU telah mendengar pernyataan terdakwa yang telah mengakui perbuatannya kepada korban. Pernyataan tersebut, ungkap dia, tidak berarti mengurangi tuntutan JPU yang akan digelar pekan depan.
Menurut Kadek, pernyataan terdakwa yang telah mengakui perbuatannya dan berupaya mengajukan perdamaian kepada korban dan keluarga korban, akan menjadi pertimbangan majelis hakim dalam memutuskan perkaranya mendatang.
Pada kesempatan itu juga, terdakwa telah mencabut kuasa hukumnya dalam perkaranya di Pengadilan Negeri Tanjungkarang. Pada sidang lanjutan ke depan, terdakwa akan menjalani proses persidangan sendirian.
Sidang perkara terdakwa Chandra Ertikanto sebelumnya, Tim Kuasa Hukum korban DCL membantah keterangan kuasa hukum terdakwa terkait korban melobi berulang kali agar bisa lolos skripsinya. Dalam keterangan persnya, Meda Fatimaya, kuasa hukum korban mengatakan, tidak menerima pernyataan kuasa hukum terdakwa yang menyebutkan korban pernah melakukan lobi-lobi kepada Chandra agar bisa memuluskan skripsinya selama bimbingan dosennya tersebut.
Baca: Kasus Pencabulan Mahasiswi Unila Mulai Disidangkan
Menurut Meda, pernyataan kuasa hukum terdakwa tersebut sangat tim advokasi sesalkan karena telah melukai kembali korban dan keluarga korban, setelah terpukul kasus dugaan perbuatan cabul yang dilakukan oknum dosen tersebut. “Pernyataan tersebut seharusnya tidak keluar, karena menambah naik baik korban dan keluarganya kembali tercemar,” katanya.
Ia mengatakan, dalam sidang-sidang yang telah digelar, tim kuasa hukum terdakwa berusaha untuk mengalihkan dakwaan terhadap terdakwa dengan menyangkal terdakwa telah melakukan perbuatan cabul terhadap mahasiswi bimbingan skripsinya. Tim advokasi korban malah mengungkap, bahwa oknum dosen tidak saja melakukan perbuatan pencabulan terhadap korban D, tapi juga terdapat dua mahasiswi lagi yang menjadi korban perbuatan dosen tersebut.
Dalam dakwaan JPU, aksi pencabulan terdakwa pernah dilakukan pertama kali pada 13 November 2017. Sedangkan yang kedua hanya berselang dua hari, dosen tersebut mengulangi lagi perbuatannya kepada mahasiswi tersebut. Sedangkan yang ketiga terjadi pada 5 Desember 2017.
Dalam penjelasannya, terdakwa melakukan tindakan pencabulan terhadap DCL mahasiswinya dengan cara memegang payudara korban. Perbuatan terdakwa membuat DCL trauma dan takut untuk bertemu dosen pembimbingnya. Bentuk trauma korban, selain takut bertemu, korban juga tidak bisa tidur karena peristiwa tersebut.
JPU Kadek menyatakan tindakan terdakwa atas perbuatannya telah melanggar Pasal 290 ayat (1) Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. Perbuatan terdakwa terancam pidana Pasal 281 ke-2 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Kasus pelecehan yang dilakukan oknum dosen terhadap DCL mahasiswi FKIP Unila terungkap 5 Desember 2017. Saat itu, korban sedang melakukan bimbingan skripsi di lantai 3 Gedung I MIPA Fisika Unila. Saat itu, DCL mendapat perlakuan pelecehan oleh dosen pembimbingnya.
Keluarga resah dan melaporkan kejadian tersebut ke Polda Lampung, pada 24 April 2018. Sempat terhambat, kasus pelecehan oknum dosen tersebut terus didorong sejumlah pihak agar menahan tersangka. Pada 13 Agustus 2018, oknum dosen itu ditahan di Polda Lampung, setelah gencar tekanan lembaga swadaya masyarakat peduli perempuan.