REPUBLIKA.CO.ID, Mangga asli Indramayu sudah sejak lama dikenal dengan rasanya yang enak. Produksi mangga di Kabupaten Indramayu pun sangat tinggi. Tak hanya di kebun dan areal persawahan, rata-rata rumah warga yang memiliki pekaranganpun hampir dipastikan ditanami pohon mangga.
Karenanya, tak heran jika Indramayu dikenal dengan sebutan sebagai Kota Mangga. Tingginya produksi mangga akan mencapai puncaknya di musim panen seperti sekarang. Namun, sesuai hukum ekonomi, harga mangga pun menjadi jatuh karena produksinya yang kini sangat berlimpah.
Seperti misalnya mangga gedong gincu, yang selama ini paling favorit dan dikenal mahal. Kini harganya di bawah Rp 15 ribu per kilogram, di tingkat konsumen. Padahal biasanya, harga mangga gedong gincu di atas Rp 25 ribu per kilogram.
Begitu juga dengan jenis mangga lainnya. Semuanya jatuh. Untuk mangga harum manis, saat ini harganya hanya di kisaran Rp 4.000 per kilogram. Begitu juga dengan mangga cengkir dan mangga gajah, yang harganya juga hanya berkisar Rp 4.000 per kilogram.
Buah Mangga Gincu Indramayu.
Harga itu terjadi di tingkat konsumen. Padahal, dalam kondisi normal, harga jenis-jenis mangga tersebut sekitar Rp 7.000 per kilogram.
Di tingkat petani, harga mangga malah terjun bebas. Untuk jenis mangga harum manis, cengkir dan gajah, harganya hanya di kisaran Rp 1.700 hingga Rp 2.000 per kilogram. Sedangkan untuk mangga gedong gincu, hanya sekitar Rp 9.000 per kilogram. "Rendahnya harga mangga saat ini karena stoknya yang sangat berlimpah. Panen mangga dimana-mana," ujar seorang pengepul buah di Desa Juntikedokan, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, Radita (60), Selasa (13/11).
Radita mengatakan, di musim mangga seperti sekarang, dia tak bisa mengandalkan penjualan di tingkat lokal. Pasalnya, warga Indramayu rata-rata memiliki pohon mangga sendiri. Jikapun tidak, mereka bisa menikmati mangga yang dibagikan tetangga/kerabat yang memiliki pohon mangga.
Untuk itu, Radita memilih untuk menjual mangga ke luar daerah. Selama ini, dia biasa memasok mangga ke pedagang buah di berbagai kota di Jawa. Bahkan, pasokan mangganya sudah merambah ke sejumlah kota di luar pulau Jawa seperti Jambi, Medan, dan Siak.
Radita berharap, sebagai Kota Mangga, kedepan Indramayu bisa memiliki pabrik olahan mangga. Dengan demikian, saat musim panen mangga seperti sekarang, pasokan mangga bisa ditampung di pabrik untuk dijadikan olahan mangga.
Sementara itu, seorang pengepul mangga lainnya, Ida (47), juga mengaku tak bisa mengandalkan pemasaran mangga di tingkat lokal. Karena itu, dia lebih memilih untuk berjualan mangga secara online melalui media sosial seperti Facebook, Instagram maupun Whatsapp.
Dengan berjualan secara online, Ida mengaku bisa menjangkau para pembeli dari luar kota. Dia menyebutkan, selama ini pembelinya berasal dari berbagai kota, di antaranya Bandung dan Jakarta. "Mangga Indramayu memang sudah terkenal karena rasanya yang enak. Pembeli dari luar kota banyak yang order," tutur Ida.
Salah seorang pengepul mangga lainnya asal Kecamatan Sliyeg, Kabupaten Indramayu, Deni, menjelaskan, biasa membeli mangga dari petani saat mangga tersebut masih di pohon. Dulu dia membeli mangga tersebut saat masih mahal. "Sekarang sudah waktunya dipetik, eh harga mangga di pasarannya malah jatuh," keluh Deni.
Untuk itu, Deni mengaku mangga di pohon milik petani yang sudah dibelinya sejak lama sementara ini tidak dipetik dulu. Pasalnya, jika dipetik sekarang, dia akan merugi. Meskipun dia juga mengalami dilema, karena buah mangga tersebut bisa busuk jika terlalu lama matang di pohonnya.
Deni juga bingung memasarkan mangga yang sudah dimilikinya. Pasalnya, pelanggannya di Jakarta dan Palembang untuk sementara menghentikan pembelian mangga karena pasokannya yang sangat berlimpah.
Deni juga berharap, sudah semestinya Pemkab Indramayu secara serius mengupayakan pendirian pabrik olahan mangga. Pasalnya, produksi mangga di Indramayu sangat berlimpah sehingga tidak bisa hanya mengandalkan penjualan buah segar semata.