REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus pemerkosaan mahasiswi Universitas Gadjah Mada (UGM) tengah menjadi polemik di masyarakat. Kepolisian yang mengatasi kasus ini pun mengungkap sulitnya menangani kasus pemerkosaan.
"Kasus pemerkosaan ini jarang sekali ada saksi, itu pertama. Kalau kasusnya sudah agak lama, alat buktinya juga susah untuk didapatkan," ujar Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto di Markas Besar Polri, Jakarta, Selasa (13/11).
Adapun, jelas Setyo, yang merupakan alat bukti misalnya cairan tuhuh, luka-luka, maupun kerusakan barang atau pakaian. Oleh sebab itu, kecepatan olah tempat kejadian perkara (TKP) sangat diperlukan. Semakin cepat suatu kasus pemerkosaan dilaporkan, semakin cepat pula polisi mengusut kasus tersebut.
Kendati demikian, batas waktu pemerkosaan untuk diusut, menurut Setyo terbilang panjang. Meski sudah terjadi bertahun-tahun, kasus pemerkosaan masih tetap dapat diusut.
"Ada batas waktunya sejak kejadian sampai 12 tahun. Kalau dilaporkan 3-6 tahun masih boleh (diusut)," kata Setyo.
Terkait kasus pemerkosaan mahasiswi UGM ini, Setyo menyampaikan, Polri pun masih melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah pihak. Setyo mengatakan, kepolisian bakal mengusut kasus ini hingga tuntas.
Kasus pemerkosaan ini diketahui saat lembaga pers UGM, Balairungpress mengungkapkan cerita mahasiswi bernama samaran Agni. Agni mengaku diperkosa oleh HS pada saat kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Pulau Seram, Desember 2017 silam.
Baca juga, Polri Janji Usut Tuntas Perkosaan Mahasiswa UGM