REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris jenderal (sekjen) Partai Gerindra Ahmad Muzani menyebut sikap mendua Partai Demokrat terjadi lantaran pemilihan legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres) dilakukan bersamaan. Muzani melihat pemilu serentak justru melahirkan sikap-sikap pragmatis jangka pendek.
"Presiden dan legislatif dipilih bareng kan kira-kira bahwa yang akan diperjuangkan presiden sama dan sebangun dengan apa yang akan diperjuangkan legislatif di DPR. Tapi kemudian melahirkan sikap-sikap pragmatisme jangka pendek seperti itu, itu yang jelas tidak dimaksudkan dari keputusan pemilu bareng," jelas Muzani di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (14/11).
Hal yang sama juga disampaikan Peneliti LIPI Siti Zuhro yang menyebut bahwa salah satu penyebab partai pengusung tidak all out mendukung calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang diusung karena pemilu digelar serentak. Di satu sisi partai politik mengkhawatirkan partainya tidak akan diperhatikan oleh konstituen lantaran mendukung pasangan capres-cawapres tertentu.
"Takutnya tidak memenuhi kuota empat persen, itu saja sebetulnya. Jadi ada kekhawatiran dari semua partai, tidak hanya satu partai," ujarnya.
Lebih lanjut Siti menjelaskan kegamangan partai-partai tersebut bisa menimbulkan sikap tidak percaya rakyat terhadap partai. Terlebih lagi adanya fenomena politisi kutu loncat menyebabkan kepercayaan masyarakat menjadi kurang terhadap partai, dan membuat partai kesulitan meraih kemenangan di 2019 mendatang.
Selain itu Siti menambahkan alasan kekhawatiran tak memperoleh efek ekor jas (coat tail effect) kerap disampaikan oleh partai kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno ketimbang kubu Koalisi Indonesia Kerja (KIK) lantaran KIK adalah pejawat. Menurutnya partai-partai pengusung capres pejawat lebih dulu diuntungkan dengan kondisi tersebut.
"Kalau orang mau berlaga di satu sisi dia satu poin dapat. Dia penguasa, dia punya fasilitas, Pak Jokowi meminta kepala daerah dukung saya, bupati, gubernur, wali kota semua dukung, sementara kubu sebelah apa kuasanya?," tuturnya.
Ia pun mengimbau perlu adanya introspeksi bagi oposisi untuk membuat koalisi kembali solid agar pembicaraan internal antara ke empat partai bisa berjalan lancar. Pasalnya muncul anggapan yang diuntungkan selama ini hanyalah Partai Gerindra.
"Mestinya ada pembicaraan yang asik di antara empat partai yang ada itu bagaimana agar masing masing, katakan kalau Sandi kan katakan sudah ke PAN, Pak Prabowo Gerindra, lalu bagaimana nasibnya PKS dan Demokrat, kan harus ada empatinya juga meskipun ini kontestasi," ucapnya.
Sebelumnya, Partai Demokrat dilanda kekhawatiran mengalami penurunan suara pada Pemilu 2019. Ini karena sosok Prabowo Subianto-Sandiaga Uno selaku capres-cawapres yang diusung Demokrat tak memberikan keuntungan kepada partai berlogo mercy itu.
Karena itu, Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) , saat memberikan pembekalan kepada calon anggota legislatif (caleg)di Jawa Timur, Ahad (11/11), menyampaikan pesan terkait rendahnya elektabilitas partai berdasarkan hasil dari sejumlah lembaga survei. Dia mengatakan, seluruh kader harus tetap bersabar, tegar dan gigih berusaha untuk dapat duduk sebagai wakil rakyat.
"Saya tetap punya keyakinan bahwa Partai Demokrat tidak akan tenggelam dan Demokrat akan lebih sukses dari pemilu 2014 lalu," kata SBY dihadapan para caleg, Ahad (11/11).
Lebih jauh, SBY meminta para caleg untuk berpegang teguh dan melaksanakan 14 prioritas partai yang menjadi harapan dan aspirasi permintaah rakyat. Dia mengatakan, 14 prioritas itu merupakan aspirasi yang didengar dan didapatkan partai, selama empat tahun di ratusan kabupaten dan kota di Indonesia.
Ketua Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menekankan, para caleg agar tidak berpaku pada janji politik, namun lebih mengedepankan penjelasan apa yang telah dicapai 10 tahun lalu ketika SBY menjadi pemimpin. Termasuk konsisten Partai Demokrat mengutamakan rakyat, dalam empat tahun terakhir.
"Ini komitmen kami dan mudah-mudahan bisa diterima dengan baik dan tentu ikhtiar akan terus kami lakukan sampai hari pencoblosan," kata AHY.
Karena itu, AHY memastikan tidak akan bergantung pada coat tail effect atau efek ekor jas dari calon presiden Prabowo Subianto. Demokrat mengaku memiliki strategi tersendiri untuk memastikan kursi di DPR RI atau DPRD.
"Tidak, kami punya strategi sendiri. Kalau bergantung pada coat tail effect itu berarti kami terlalu berharap," kata AHY.
Menurut AHY, harapan bukanlah sebuah strategi dalam politik meski diakuinya setiap manusia tetap harus berdoa. Dia menilai berlebihan jika Demokrat harus bergantung pada efek ekor jas calon presiden nomor urut 02.
Mantan calon gubernur DKI Jakarta ini mengungkapkan, mengacu pada pembuktian yang dilakukan sejumlah lembaga survei, hanya ada ada dua partai yang diuntungkan dari efek ekor jas, yakni PDIP yang memiliki Jokowi dan Gerindra mengusung Prabowo.
"Itu realitanya yang harus dihadapi oleh partai-partai lainnya," katanya.
Meski demikian, dia menutup kemungkinan jika kampanye para caleg akan dilakukan berdampingan dengan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02. Dia mengatakan, ini mengingat Demokrat memiliki kebersmaan dengan pasangan calon pesaing Jokowi-Ma'ruf Amin tersebut.
"Yang jelas pada akhirnya kami ingin yakinkan caleg Demokrat sukses berhasil mendapatkan kursi di Senayan," katanya
AHY mengungkapkan, Demokrat akan fokus menggarap pileg mengingat perbedaan pemilihan legislatif tahun depan dengan pemilihan wakil rakyat di tahun-tahun sebelumnya. Dia memastikan, partai memiliki pendekatan yang khas seperti yang tentunya dimiliki partai politik lainnya.
"Kami akan fokus karena bagi kami dengan semakin banyaknya keterwakilan, kami di parlemen apakah itu DPR maupun provinsi kota maka akan semakin banyak kami berbuat untuk rakyat," kata AHY.
![photo](https://static.republika.co.id/uploads/images/inline/181114081747-612.jpg)
Kader Demokrat yang mendukung Jokowi-Ma'ruf.