Rabu 14 Nov 2018 12:08 WIB

PBB Desak Bangladesh Hentikan Pemulangan Pengungsi Rohingya

Pemulangan ke Myanmar dinilai belum dilakukan atas dasar sukarela.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Suasana kamp pengungsi Rohingya Balukhali, Bangladesh,
Foto: Altaf Qadri/AP
Suasana kamp pengungsi Rohingya Balukhali, Bangladesh,

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Komisioner Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Michelle Bachelet mendesak Bangladesh menghentikan rencana repatriasi lebih dari 2.200 pengungsi Rohingya. Menurutnya, pemulangan mereka ke Myanmar belum dilakukan atas dasar sukarela.

“Pengungsi (Rohingya) telah berulang kali menyatakan mereka tidak ingin kembali dalam kondisi saat ini. Beberapa keluarga pengungsi yang tampaknya terdaftar untuk kembali dipimpin perempuan atau anak-anak,” kata Bachelet pada Selasa (13/11), dikutip laman Anadolu Agency.

Ia melihat masih adanya rasa kepanikan di antara para pengungsi Rohingya yang akan dipulangkan ke Myanmar. Menurutnya, hal itu terjadi karena repatriasi bertentangan dengan keinginan mereka.  Di sisi lain, pemulangan paksa para pengungsi juga melanggar hukum internasional.

"Pengusiran paksa atau pengembalian pengungsi dan pencari suaka ke negara asal mereka akan menjadi pelanggaran yang jelas terhadap prinsip hukum inti dari non-refoulment, yang melarang repatriasi di mana ada ancaman penganiayaan atau risiko serius terhadap kehidupan dan integritas fisik atau kebebasan dari individu,” ujar Bachelet.

Baca juga, Perdana, Myanmar akan Pulangkan 2.000 Pengungsi Rohingya.

Ia menyerukan kepada Myanmar menunjukkan keseriusan dalam menciptakan kondisi yang aman dan kondusif bagi para pengungsi Rohingya untuk kembali. Hal itu termasuk dengan tidak memperlakukan mereka secara diskriminatif.

Pemerintah Myanmar telah menyatakan siap menerima kepulangan lebih dari 2.200 pengungsi Rohingya. Anggota Bangladesh Relief and Repatriation Commissioner Abul Karam berharap proses repatriasi dapat dimulai pada Kamis, 15 November. "Pemulangan akan bersifat sukarela. Tidak ada yang akan dipaksa untuk kembali," ujarnya.

Kendati demikian, Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) menyerukan Myanmar agar mengizinkan para pengungsi Rohingya untuk terlebih dulu mengunjungi tempat asalnya atau lokasi mereka akan dimukimkan kembali.

Hal itu dilakukan agar para pengungsi memiliki penilaian sendiri tentang apakah mereka betul-betul dapat kembali ke sana dengan aman dan bermartabat. "Pihak berwenang Myanmar harus mengizinkan para pengungsi untuk melakukan kunjungan langsung tanpa prasangka terhadap hak mereka untuk kembali di kemudian hari," kata UNHCR dalam sebuah pernyataan pada Ahad malam.

Juru bicara UNHCR Caroline Gluck mengatakan, pihaknya tidak akan memfasilitasi proses repatriasi. Sebab UNHCR, kata dia, belum begitu yakin kondisi di negara bagian Rakhine telah aman dan kondusif.

UNHCR pun masih menyangsikan bahwa hak-hak dasar Rohingya, khususnya jaminan kewarganegaraan mereka, dapat dipenuhi oleh Myanmar. Menurut Gluck, UNHCR belum mengetahui apa yang akan terjadi terhadap para pengungsi bila repatriasi dilaksanakan.

Terdapat lebih dari 700 ribu pengungsi Rohingya yang kini berada di Bangladesh. Mereka mulai melarikan diri pada Agustus tahun lalu, yakni ketika militer Myanmar menggelar operasi pemburuan terhadap milisi Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) di negara bagian Rakhine.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement