REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Polri terus mengawasi peredaran kosmetik ilegal. Yaitu, yang mengandung bahan dilarang, bahan berbahaya, obat tradisional ilegal, dan mengandung bahan kimia obat.
Direktur Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Eko Danianto mengatakan, pihaknya terus melakukan penyelidikan. Di antaranya 14 jamu tradisional di Jawa Tengah hingga melakukan penyelidikan kosmetik yang dipalsukan.
"Anggota kami sedang (menyelidiki) di lapangan," ujarnya
Selain itu, dia menyebutkan, kepolisian melakukan kegiatan terpadu di wilayah perbatasan seperti di Nunukan, Kalimantan Utara Sebatik, Entikong, Kalimantan Barat.
"Kami berupaya menjaga konsumen dari bahan berbahaya. Jadi kami siap dukung BPOM," katanya.
Kepala BPOM Penny K. Lukito mengusulkan adanya operasi gabungan untuk pengawasan kosmetik dan obat berbahaya. Ia menegaskan pengawasan ini penting apalagi untuk produk-produk kosmetik dan obat yang ada di perbatasan hingga post marketnya.
"Jadi operasi gabungan itu bagus dan diintensifkan lagi pengawasan di perbatasan dan post market," katanya.
Selama 2018, BPOM masih menemukan kosmetik ilegal dan yang mengandung bahan dilarang (BD), bahan berbahaya (BB), serta obat tradisional (OT) ilegal atau mengandung bahan kimia obat (BKO). Terbaru, BPOM menemukan enam jenis kosmetik yang sudah ternotifikasi mengandung BD/BB yaitu pewarna dilarang (merah K3) dan logam berat (timbal).
Penny mengatakan, temuan kosmetik didominasi oleh produk kosmetik yang mengandung merkuri, hidrokinon dan asam retinoat. "BPOM juga menemukan enam jenis kosmetik yang sudah ternotifikasi mengandung BD/BB yaitu pewarna dilarang (merah K3) dan logam berat (timbal)," katanya, Rabu (14/11).
Ia menyebutkan, secara umum bahan tersebut dapat menyebabkan kanker (karsinogenik), kelainan pada janin (teratogenik), dan iritasi kulit.
Sementara itu, BKO yang teridentifikasi dalam temuan obat tradisional didominasi oleh sildenafil sitrat, fenibutazon dan parasetamol. Di mana, bahan-bahan ini berisiko menimbulkan efek kehilangan penglihatan dan pendengaran, stroke, serangan jantung, kerusakan hati, perdarahan lambung, hingga gagal ginjal.
Ia menyebut seluruh temuan kosmetik mengandung BD/BB dan OT mengandung BKO telah ditindaklanjuti secara administratif, antara lain berupa pembatalan notifikasi/izin edar, penarikan dan pengamanan produk dari peredaran, serta pemusnahan. Untuk produk kosmetik dan OT ilegal dilakukan proses pro-justitia.
Penny mengungkapkan bahwa BPOM telah mengungkap 36 perkara tindak pidana OT tanpa izin edar dan atau mengandung BKO dan 45 perkara kosmetik tanpa izin edar dan atau mengandung BD/BB. “Keseluruhan perkara tersebut telah ditindaklanjuti secara pro-justicia," ujarnya.