Rabu 14 Nov 2018 22:19 WIB

KPK: Tak Ada yang Baru dari Eksepsi Lucas

KPK mengatakan Lucas sebelumnya pernah persoalkan isu-isu tersebut.

Juru bicara KPK Febri Diansyah
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Juru bicara KPK Febri Diansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah menyatakan tidak ada hal baru dari eksepsi atau nota keberatan yang disampaikan yang disampaikan advokat Lucas di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (14/11). Menurutnya, Lucas sebelumnya pernah mempersoalkan isu-isu tersebut.

"Pada prinsipnya tidak ada hal yang baru yang kami lihat dari eksepsi tersebut karena yang dipersoalkan adalah isu-isu lama yang juga pernah dipersoalkan oleh tersangka ataupun terdakwa dalam kasus 'obstruction of justice' yang pernah diproses oleh KPK," kata Febri di gedung yang disampaikan advokat (KPK) Jakarta.

Lucas didakwa dengan menggunakan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal tersebut terkait dugaan perbuatan merintangi penanganan perkara atau yang disebut dengan "obstruction of justice".

KPK sebelumnya juga sudah pernah memproses beberapa terdakwa dengan Pasal 21 tersebut seperti pengacara Fredrich Yunadi dan dokter Bimanesh Sutarjo dalam kasus merintangi penyidikan dengan tersangka Setya Novanto saat itu.

"Kalau soal apakah KPK berwenang atau tidak kami sudah sangat "clear" dan sejumlah putusan pengadilan sebenarnya sudah sangat tegas memproses hal tersebut, termasuk Fredrich Yunadi yang terakhir, satu orang dokter, dan sebelumnya ada kepala daerah juga yang kami proses dengan Pasal 21 tersebut," ujar Febri.

Dia juga mengatakan berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi ditegaskan bahwa Pasal 21 tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar dan menjadi bagian dari Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi KPK. 

"Jika masih ada pihak-pihak yang mengatakan pasal 21 tersebut tidak jelas, misalnya, bertentangan dengan peran dan profesi advokat saya kira hal tersebut sudah diputus oleh Mahkamah Konstitusi. Ada advokat mengajukan 'judicial review' pasal 21 dan sudah diputus pada 20 Februari 2018 dimana MK menolak seluruh permohonan tersebut," tuturnya.

Sedangkan eksepsi Lucas yang terkait dengan materi perkara, Febri menyatakan lembaganya tidak akan merespons hal tersebut.

"Saya kira semua pihak yang beracara di pengadilan memahami kalau terkait dengan materi perkara maka domainnya itu adalah pada persidangan perkara pokok. Jadi kami tentu tidak akan merespons hal tersebut karena KPK sudah memiliki bukti yang sangat kuat ketika menangani di proses penyidikan sampai proses persidangan," ujar dia.

Menurut Febri, pemeriksaan saksi untuk Lucas tidak hanya dilakukan di kantor KPK di Jakarta, namun juga dilakukan di Malaysia.

"Karena diduga salah satu 'tempus delicti'-nya atau peristiwa yang harus diungkap nanti di persidangan juga dilakukan di Malaysia, termasuk juga pemeriksaan yang dilakukan dengan kerja sama internasional yang dilakukan pada saat penyidikan kemarin terhadap beberapa petugas di Malaysia nanti kami akan buka data-data dan bukti-bukti tersebut di persidangan," kata Febri.

Sebelumnya, dalam berkas dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Lucas disebut sebagai orang yang menyarankan Eddy melepas status warga negara Indonesia untuk membuat paspor negara lain, yaitu agar lepas dari jerat hukum sejak Eddy ditetapkan sebagai tersangka pasal 21 November 2016.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement