REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengecam setiap latihan militer di Laut Filipina Barat yang merupakan bagian dari Laut Cina Selatan yang disengketakan karena akan menciptakan gesekan dan provokasi terhadap Cina.
"Saya katakan Cina sudah memiliki dan Laut Filipina Barat sekarang ada di kendali mereka. Jadi mengapa Anda harus membuat gesekan dengan menggelar kegiatan militer di wilayah yang disengketakan itu," ujar Rodrigo Duterte di sela-sela KTT ASEAN ke-33 di Singapura, Kamis (15/11).
Duterte mengaku tidak keberatan semua orang pergi berperang. Namun, Filipina akan menjadi yang pertama menderita apabila ada tembakan di situ.
"Itu adalah satu-satunya kepentingan nasional saya di sana. Tidak ada yang lain," ujar dia.
Filipina dan Cina memiliki klaim yang tumpang tindih di Laut Cina Selatan, bersama dengan Vietnam, Taiwan, Malaysia, dan Brunei. Sementara itu, Duterte akan melakukan yang terbaik untuk mendorong penyelesaian kode etik (COC) di Laut Cina Selatan.
Duterte mengatakan negara-negara lain harus menerima kenyataan Cina berada di perairan yang disengketakan. "Semua negara baik itu Amerika Serikat harus menyadari Cina ada di sana. Jadi jika Anda terus menciptakan gesekan dan salah perhitungan, maka keadaan malah akan bertambah buruk," ujar dia.
Cina telah mengklaim hampir 90 persen dari Laut Cina Selatan yang disengketakan di tengah klaim dari beberapa negara seperti Filipina, Brunei, Malaysia, Taiwan, dan Vietnam.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN, Kementerian Luar Negeri, Jose Tavares optimis pembicaraan awal tentang kode etik di Laut Cina Selatan dapat diselesaikan pada 2019. "Negara-negara anggota ASEAN telah menyepakati teks negosiasi tunggal untuk Laut Cina Selatan dan saat ini sedang dalam proses membaca pertama dari dokumen teks negosiasi tunggal itu," ujar Jose Tavares.
Kesepakatan teks negosiasi tunggal itu menunjukkan negara-negara anggota ASEAN memiliki pandangan yang sama. "Sehingga akan mempermudah proses negosiasi kepada Cina. Kami percaya proses negosiasi akan berjalan dengan lancar," ujar Jose Tavares.
Rincian dalam rancangan negosiasi tunggal untuk Laut Cina Selatan itu sedang diselesaikan dalam rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-33 dan Pertemuan Terkait di Singapura. Cina dan 10 negara anggota ASEAN selama bertahun-tahun berusaha menyusun kode etik untuk mengatur perselisihan di Laut Cina Selatan.
Namun proses menyamakan konsep dalam penyelesaian sengketa Laut Cina Selatan berjalan lambat. "Negara-negara anggota ASEAN dan Cina sebelumnya masing-masing memiliki dokumen COC sehingga mereka memiliki pandangan yang berbeda satu sama lainnya," kata dia.