Kamis 15 Nov 2018 20:36 WIB

Walhi: Banjir Palembang Bukti Buruknya Manajemen Lingkungan

Banjir tersebut mengganggu kenyamanan aktivitas warga.

Rep: Maspril Aries/ Red: Agus Yulianto
Personel SAR Palembang mengevakuasi warga yang menjadi korban banjir di Sekip Bendung, Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (13/11/2018).
Foto: Antara/Nova Wahyudi
Personel SAR Palembang mengevakuasi warga yang menjadi korban banjir di Sekip Bendung, Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (13/11/2018).

REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG – Aktivis lingkungan yang tergabung dalam Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan (Sumsel) menyoroti banjir yang terjadi di Palembang pada Senin dan Selasa (12-13/11) lalu. Menurut Direktur Eksekutif WALHI Sumsel M Hairul Sobri, banjir yang terjadi Senin malam dan Selasa pagi tersebut merata hampir melanda ke seluruh wilayah Kota Palembang. 

“Banjir tersebut mengganggu kenyamanan aktivitas warga, banjir juga telah menyebabkan kerugian ekonomi dan pendidikan. Beberapa sekolah pun diliburkan karena beberapa sekolah ikut terendam air,” katanya, Kamis (15/11).

Hairul Sobri menjelaskan, Walhi Sumsel mencatat titik rawan banjir di wilayah pemukiman warga terjadi para kawasan atau wilayah-wilayah sekitar timbunan yang dulunya rawa, tempat terjadinya alih fungsi rawa. “Di jalanan umum, banjir melanda kawasan di sekitar kolam retensi atau kolam tempat penampungan air,” ujarnya.

Menurut dia, maraknya penimbunan rawa untuk kepentingan properti atau kepentingan bisnis secara leluasa menimbun rawa yang awalnya sebagai tempat resapan air ini yang memicunya terjadi banjir di Palembang. 

“Maraknya penimbunan rawa yang menyebabkan banjir semakin meluas merupakan salah satu bukti buruk manajemen lingkungan di ibu kota Provinsi Sumatera Selatan,” kata Hairul Sobri yang akrab disapa Eep.

Hairul Sobri mengingatkan, kebijakan yang membiarkan penimbunan rawa terus terjadi merupakan bentuk-bentuk kebijakan yang bertentangan dengan lingkungan dan tidak mengacu Kajian Lingkungan Hidup Strategis atau KLHS. Sehingga, dampak bencana ekologis seperti banjir akan terus terjadi.

Walhi Sumsel mencatat, Kota Palembang memiliki luas 35.855 hektare yang mayoritasnya topologi kota ini adalah daerah rawa. Menurut Manager Kajian Walhi Sumsel Puspita Indah Sari, saat ini luas rawa yang tersisa hanya 2.372 Ha.

Banjir juga diperparah tidak efektifnya keberadaan drainase termasuk kolam retensi akibat kebijakan pemerintah yang lamban menyelesaikan permasalahan banjir di kota Palembang yang telah 11 kali menerima penghargaan Adipura. "Ini sungguh ironi. Yang terjadi, banyak warga dirugikan akibat bencana ekologis yang terjadi,” katanya.

Faktor lainnya menurut Puspita, minimnya ruang terbuka hijau atau RTH juga menjadi faktor penyebab banjir ketika Palembang diguyur hujan karena terganggunya sistem distribusi air. 

Wali Kota Palembang Harnojoyo mengatakan, banjir sulit dihindari karena topografi Palembang seluas 53 persen merupakan kawasan rawa. “Pemerintah tetap berupaya meminimalisasi banjir," katanya. Dia meminta warga Palembang bersabar dan ikut bersama menjaga kebersihan lingkungan seperti gotong royong bersama sesuai program kerja pemerintah.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement