REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI) Lina Miftahul Jannah mempertanyakan peruntuhan kartu nikah yang dikhususkan pada umat Islam saja. Padahal, warga negara Indonesia tidak semuanya beragama Islam. “Balik lagi harusnya tak hanya untuk umat Islam saja,” kata dia kepada Republika.co.id, Kamis (15/11).
Menurut dia, aneh apabila kebijakan kartu nikah tidak wajib kepemilikannya atau hanya untuk golongan tertentu saja. Ia khawatir, penerbitan kartu nikah hanya berkaitan dengan inovasi pelayanan publik (IPS) semata. “Banyak sekarang prioritasnya hanya sekadar mendapatkan award (penghargaan),” ujar dia.
Dia menyontohkan inovasi baik seperti yang dilakukan pemerintah Banyuwangi, yakni penerbitan akta lahir. Kemudahan mendapat akta lahir itu hanya berupa penyederhanaan prosedur saja. Artinya, pemerintah menetapkan kebijakan dengan memudahkan proses dan tak mengurangi hakikat dokumen. “Kalau (kartu nikah) ini kan dokumen tak penting, jadi enggak perlu ada,” kata Lina.
Karena itu, menurut dia, apabila kartu nikah hanya untuk memudahkan pengurusan dokumen saat menginap di hotel, maka itu bukan hal urgensi. Sebab, penunjukan keterangan menikah bisa dengan fotokopi buku nikah.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag menyatakan kartu nikah hanya diberlakukan bagi pasangan beragama Islam. Kemenag tak menyediakan kartu nikah bagi pasangan non-Muslim sehubungan dengan pernikahan dicatatkan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) daerah masing-masing.
Direktur Bina Kantor Urusan Agama (KUA) dan Keluarga Sakinah Ditjen Bimas Islam Kemenag Mohsen beralasan pengadaan kartu nikah merupakan upaya Ditjen Bimas Islam Kemenag untuk memberikan pelayanan pada masyarakat. “Kita (Bimas Islam) kan hanya konsentrasi bagaimana menyiapkan layanan dengan fungsi kita. Fungsi kita kan melayani masyarakat Muslim saja,” kata Mohsen, Rabu (14/11).
Dia mengatakan kebijakan lebih lanjut mengenai diberlakukan atau tidaknya kartu nikah bagi non-Muslim bukan menjadi urusan Bimas Islam Kemenag. “Non-Muslim itu kan di bawah Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, jadi saya kira mereka tidak menggunakan itu,” ujar dia.