REPUBLIKA.CO.ID,Pedagang asongan di Cape Town punya harapan besar dengan datangnya banyak fans sepak bola ke kota Afrika Selatan itu. Di sepanjang apa yang disebut Fan Walk, jalan sepanjang 3,5 kilometer menuju stadion, mereka berharap bisa berjualan. Tetapi sekarang mereka harus berkemas-kemas dan pindah ke tempat lain. "Saya tidak tahu kapan dan harus pergi ke mana."
Bulan-bulan belakangan, warga Afrika Selatan terus-terusan diingatkan pada kejuaraan Piala Dunia sepak bola. Tetapi tidak semua orang merasa bisa ambil bagian dalam turnamen sepak bola terbesar dunia ini.
Di Cape Town, banya pedagang asongan yang harus menyingkir ketika dibangun apa yang disebut Fan Park (Taman Fan) dan Fan Walk (Jalan Fan) di jantung kota. "Tapi saya tidak tahu kapan dan harus ke mana," demikian seorang warga Kamerun yang berumur 25 tahun. Takut ditindak, ia tak mau menyebut namanya.
Seperti pedagang pinggir jalan lain, orang Kamerun ini menjual barang-barang yang berkaitan dengan Piala Dunia, misalnya bendera Afrika Selatan dan skarf. Tetapi selama kejuaraan, ia tidak tahu apakah akan bisa memperoleh keuntungan dari usaha kecilnya ini.
Berdesak-desakan
"Saya pernah jualan di sini, dekat Grand Parade, tetapi sejak didirikan Fan Park kita harus pindah ke pinggiran." Bersama pedagang asongan lain ia sekarang berdesak-desakan di sebuah jalan yang sebenarnya sudah merupakan tempat pedagang permanen. Tapi ini hanya untuk sementara.
"Pemkot Cape Town semula memberi tahu kami harus pergi tanggal 1 Mei lalu, tetapi tidak tahu harus ke mana, makanya saya terus saja jualan di sini. Kemudian saya dengar kami akan dapat daerah lain tanggal 1 Juni lalu."
Selepas 1 Juni pedagang muda Kamerun ini tidak percaya lagi pemkot akan menunjuk tempat lain selama Piala Dunia. "Bagaimana Afrika Selatan bisa berharap saya yang juga orang Afrika ini akan mendukung mereka pada Piala Dunia, kalau mereka sendiri tidak mendukung kami? Saya rasa karena saya ini orang asing dan mereka hanya ingin berpesta untuk diri sendiri."
Kalangan konglomerat
Selama berlangsung kejuaraan Piala Dunia para pendatang bisa berjalan di sepanjang Fan Walk dari alun-alun Grand Parade menuju Stadion Greenpoint, jalan itu mencapai tiga setengah meter. Di sepanjang jalan dekat Strand Street, Benji menjual buah-buahan dan ia juga tidak yakin bisa diuntungkan oleh kejuaraan Piala Dunia.
"Mereka ingin mengusir kami ke pinggiran kota," kata Benji. Tetapi baginya bukan masalah apakah dirinya orang asing atau bukan. "Piala Dunia ini hanya peristiwa yang akan menguntungkan kalangan konglomerat seperti Cola Cola dan McDonald."
Baik Benji maupun warga Kamerun tadi, mengecam tidak adanya dukungan pemerintah kota. Ini disetujui oleh sopir taksi Suleiman. "Dukungan pemkot memang tidak ada sama sekali," keluhnya.
Tak punya kuasa
Selama kejuaraan Piala Dunia, sebagian jantung kota akan ditutup. "Tidak ada yang memberi tahu jalan mana, jadi mungkin saja saya akan kehilangan tempat mangkal." Dibandingkan dengan pedagang asongan yang berjualan di sepanjang jalan, sopir taksi Suleiman bergerak kemana-mana. Ia bisa membelah kota untuk menemukan pelanggan.
"Tidak benar kalau disebut Piala Dunia 2010 untuk semua orang Afrika Selatan. Tapi kita tidak bisa berbuat apa-apa. Orang seperti kita tidak punya kuasa."