REPUBLIKA.CO.ID, JOHANNESBURG--Penjaga gawang Denmark, Thomas Sorensen, menyarankan anggota timnya menggunakan bahasa tubuh termasuk kontak mata. Ini untuk mengatasi hiruk-pikuk suara trompet vuvuzela dalam laga Piala Dunia 2010.
Para penonton babak final Piala Dunia di Afrika Selatan menggunakan vuvuzela, semacam trompet yang terbuat dari plastik yang bunyinya bising menggema di dalam stadion.
Para pemain menentang vuvuzela, yang suaranya dianggap paling bising dalam pertandingan sepak bola.
Masalah besar juga dialami penjaga gawang, yang seharusnya berteriak memberikan pengarahan kepada pemain bawah, khususnya ketika mereka membuka celah kepada lawannya.
"Masalahnya, kami tidak dapat berkomunikasi. Kami harus menggunakan kontak mata," kata Sorensen kepada wartawan setelah kekalahan Denmark 0-2 atas Belanda pada laga Grup E, Senin.
"Apa pun yang saya teriakkan kepada pemain bertahan, tidak akan didengar mereka,'' keluh Sorensen. ''Padahal kami harus tetap berkomunikasi, harus memberi tahu posisi teman dan memberi pengarahan kepada mereka.''
Sorensen mengatakan, kerja tim harus menerapkan strategi penjagaan lawan dan pemain harus berbaris sejajar bila terjadi tendangan bebas dan itu harus diatur juga lewat teriakan dari arah belakang mereka.
Penjaga gawang Denmark itu tidak asing dengan suasana hiruk-pikuk penonton karena ia bermain dalam kompetisi Liga Primer Inggris bersama Stoke City. "Bermain di Inggris saya terbiasa dengan suara seperti bernyanyi, tetapi di sini suara trompet itu amat bising, jadi saya sebenarnya lebih memilih suara orang bernyanyi," jelasnya.