REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Afzan RM (pemerhati sepak bola)
Empat kali juara dunia, tiga kali juara Eropa, dan tahun lalu (2017), menjuarai Piala Konfederasi, wajar jika Jerman disebut sebagai raksasa sepakbola dari barat Eropa. Sayangnya, raksasa itu kini tampak letih dan nir semangat. Bakal ditumpas Swedia?
Tunggu dulu. Bila cerita Daud vs Goliath yang kita sitir, maka Swedia memenuhi syarat sebagai Daud. Semenjak digelar pada 1930, prestasi Swedia paling banter sebagai runner-up ketika perhelatan 1958 di tanah mereka sendiri. Pada masa itu, Swedia diperkuat sejumlah bintang yang di Serie A Italia, seperti Nils Liedholm (Milan), duet striker Lennart Skoglund (Inter) dan Kurt Hamrin (Padova). Selain itu, ada Arne Selmosson (Lazio) dan Bengt Gustavsson (Atalanta). Dengan bintang-bintangnya itu, Swedia terhenti di final 2-5 dari Brazil, yang diperkuat oleh anak muda bernama Pele. Anak muda itu mencetak dua gol di final.
Setelah itu, upaya Swedia menjadi raksasa sepak bola terus memudar. Sempat meraih posisi ketiga di Piala Dunia 1994 AS, dengan bintangnya Thomas Brolin, prestasi Swedia tak juga ajeg. Kendati melahirkan seorang Zlatan Ibrahimovic, Swedia bahkan gagal ikut serta dalam Piala Dunia 2014 Brazil, ketika Jerman menjadi kampiun.
Namun hasil terbalik diraih Swedia dan Jerman pada pertandingan pertama mereka di Grup F Piala Dunia 2018 Rusia. Meski tak istimewa, Swedia berhasil mengalahkan Korea Selatan 1-0, melalui tendangan penalti kapten tim, Andreas Granqvist. Tiga poin penuh itu, tentu sangat penting untuk memuluskan langkah mereka ke babak 16 besar.
Sedangkan Jerman yang main lebih dulu, sebagai petahana, malah kalah dari tim yang mereka sikat 4-1 setahun lalu di ajang Piala Konfederasi. Berbeda dengan tim tahun lalu, Jerman kali ini lebih banyak diisi oleh para punggawa dari Piala Dunia 2014. Seperti Khedira, Oezil, Kross, Neuer, Boateng, Hummels Muller, nama-nama yang sudah ‘kenyang’ dengan prestasi, termasuk di tingkatan klub.
Ibarat raksasa kekenyangan, mereka tampak lelah dan tidak punya semangat khas Panser Jerman pada saat menghadapi Meksiko. Akibatnya kekalahan 0-1 menjadi kenyataan pahit, karena sesungguhnya sudah cukup lama Jerman tidak menelan kekalahan ketika dibawa ‘rejim’ Loew. Terakhir Jerman kalah di fase grup terjadi saat Piala Dunia 2010 Afrika Selatan. Kalah dari Serbia 0-1. Itu pun pada akhirnya meraih posisi ketiga.
Lalu bagaimana peluang Sang Juara Bertahan? Di atas kertas Raksasa Jerman tentu bisa mengalahkan Swedia yang banyak diisi pemain tua. Tapi bola itu bundar. Andai Jerman tetap tidak bisa mengalahkan diri mereka sendiri, untuk bisa bermain sebagai kesatuan unit ketika membangun serangan dan menjadi unit kompak pula ketika bertahan, bukan tak mungkin Swedia bisa mencuri kemenangan atau minimal seri.
Kekalahan dari Meksiko wajib dilupakan oleh Die Mannschaft. Joachim Loew tentu harus meracik ramuan yang ‘agak baru’ agar serangan Jerman lebih menggigit. Pressing ketat yang hilang saat menghadapi Meksiko, perlu dimunculkan kembali saat menghadapi Swedia.
Serangan dari sayap jangan hanya bergantung dari bek kanan Joshua Kimmich, tapi perlu diturunkannya Jonas Hector di kiri. Kedua bek itu tentu penting dilapis oleh gelandang di atas mereka. Tak adanya sokongan dari Oezil dan Draxler dalam bertahan menghadirkan celah yang mudah dimanfaatkan lawan.
Sudah saatnya Loew menurunkan pemain yang ‘lebih haus’ kemenangan. Ilkay Guendogan sepertinya lebih pas menjadi tandem Kross sebagai penyeimbang lini tengah. Gelandang serang bisa diserahkan kepada Marco Reus di kanan dan Julian Brandt di kiri sejak peluit pertama. Sedangkan Draxler bisa ditempatkan sebagai penyerang lubang menemani striker Timo Werner atau Mario Gomez.
Perlu diingat juga, ada satu pemain Swedia yang layak dijaga khusus, yakni Emile Forsberg. Pemain berusia 26 tahun itu, cukup mengkilap sebagai pemain sayap RB Leipzig. Wajar jika Forsberg yang rekan main Timo Werner, cukup mengenal permainan Jerman. Forsberg merupakan motor serangan Swedia ketika menghadapi Korea Selatan. Buruknya pertahanan Jerman pada bagian sisi, jika tidak diperbaiki, bakal dieksploitasi oleh Forsberg.
Untuk menjaga asa lolos ke fase berikut, sudah saatnya Jerman menunjukkan pembuktian sebagai raksasa sejati. Salah umpan harus diminimalisir, kekompakan penting dijaga, soliditas wajib ditingkatkan. Bila tidak, maka upaya mempertahankan gelar hanya angan belaka.