REPUBLIKA.CO.ID, RIO DE JANEIRO -- Jarak kota Rio de Janeiro dengan Estadio Nacional, Brasilia, yang menggelar laga lanjutan Grup A Piala Dunia 2014 antara tuan rumah Brasil melawan Kamerun, Senin (23/6), mencapai sekitar 2.000 km. Namun ketegangan sepanjang pertandingan berlangsung sampai di Rio de Janeiro.
Rio de Janeiro layaknya 'kota mati' saat pertandingan mulai digelar pada pukul 17.00 waktu setempat. Jalanan terlihat lengang. Bus-bus kota sebagian besar menepi karena para sopir memilih menonton pertandingan melalui televisi.
Restoran-restoran di kawasan Meier dan Centro yang biasanya buka sampai malam juga telah tutup sejak pukul 17.00. Bahkan, mal-mal besar seperti Norte Shoping juga tutup sejak pukul 17.00 padahal mal ini biasanya buka hingga pukul 21.00.
Sebagian besar warga Rio de Janeiro memilih menonton laga penentuan Brasil untuk lolos ke fase berikutnya melalui televisi di rumah masing-masing. Kebetulan Pemerintah setempat juga menjadikan hari saat tim nasional Brasil memainkan pertandingan sebagai hari libur bersama.
Walhasil Rio de Janeiro yang biasanya padat dengan hiruk-pikuk aktivitas warganya, hari itu terlihat lengang. ''Mirip suasana saat Lebaran di Jakarta,'' sebut wartawan Republika Online, Endro Yuwanto, dalam laporannya dari Rio de Janeiro.
Tapi, suasana sepi itu dengan cepat pecah menjadi kemeriahan dan suara sangat gaduh setiap kali tim nasional Brasil mencetak gol. Brasil dalam laga itu unggul 4-1.
Sepanjang pertandingan itu pula empat kali terdengar kegaduhan yang berasal dari teriakan dan bunyi terompet dari rumah-rumah dan apartemen warga Rio de Janeiro.
Setelah laga usai, kemeriahan kembali menggema di seantero kota. Terompet, kembang api, dan petasan pun saling bersahutan sepanjang malam.