REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kiprah menterang timnas Belgia pada gelaran Piala Dunia 2018 terus berlanjut. Teranyar, Eden Hazard dan rekan setim sukses melangkah ke babak perempat final usai mengalahkan Jepang melalui laga dramatis yang berkesudahan 3-2 bagi keunggulan Iblis Merah.
Potret serupa juga pernah dialami Belgia 32 tahun silam. Iblis Merah yang dimotori oleh Jan Ceulemans, Eric Gerets, Jean Marie Pfaff, Hugo Broos, dan pemain muda Enzo Scifo kala itu sukses melesat hingga babak semifinal. Padahal sejak awal tak ada yang menjagokan tim asuhan Guy Thys mengingat performa tak meyakinkan pada fase Grup B.
Negeri penghasil coklat itu takluk 1-2 dari tuan rumah Meksiko pada laga pembuka. Belgia kemudian memetik kemenangan 2-1 atas Irak. Pada partai pamungkas melawan Paraguay, Jan Cuelemnas dan rekan setim bermain imbang 2-2. Belgia lolos ke babak 16 besar sebagai salah satu dari empat tim peringkat tiga terbaik.
Baca juga: Harry Kane Menatap Sepatu Emas
Partai menegangkan terjadi pada babak 16 besar. Belgia harus menghadapi tim favorit Uni Soviet,dan tertinggal 0-2 hingga menit ke-77. Sisa waktu, Iblis Merah bisa menyamakan kedudukan menjadi 2-2 dan memaksa laga dilanjutkan ke babak perpanjangan waktu. Belgia kemudian berbalik unggul 4-3 dan melaju ke perempat final. Ceulemans mengatakan bahwa banyak orang menilai pertandingan 16 besar melawan Uni Soviet merupakan partai idaman pada turnamen Piala Dunia 1986.
Belgia kemudian menghadapi Spanyol. Skor imbang 1-1 hingga perpanjangan waktu sehingga laga harus diselesaikan lewat adu penalti. Belgia keluar sebagai pemenang dengan skor 5-4.
Belgia harus angkat koper setelah bertemu Argentina di babak semifinal. Iblis Merah menyerah 0-2 dari Tim Tango melalui dua gol Diego Armando Maradona.
Baca juga: Igor Akinfeev, Loyalis CSKA Kebanggaan Rusia
"Kami bermain baik di sepanjang turnamen hingga semifinal. Saya rasa kami telah tumbuh dalam keyakinan setelah mencapai empat besar. Tetapi kami dihentikan oleh satu pemain (Maradona) yang tampil sangat baik. Meski pun terdapat satu atau dua offside yang diragukan," kata sang kapten kepada Guardian beberapa waktu lalu.
Seiring berjalannya waktu, timnas Belgia kembali mendapat simpati publik, tepatnya pada Piala Dunia 2014. Saat itu, penggemar Belgia percaya bahwa tim besutan Marc Wilmots dapat mengulang kisah manis seperti di Meksiko.
"Negara ini telah berubah menjadi salah satu tim yang patut diunggulkan. Wilmots datang dengan skuat muda dan penuh ambisi," sambung Ceulemans.
Piala Dunia 2014 Brasil merupakan pencapain terbaik kedua Belgia setelah menembus babak semifinal Piala Dunia 1986. Dari 11 partisipasi sebelumnya di Piala Dunia, Belgia baru dua kali menembus babak 16 besar.
Penampilan di Brasil menjadi pertama Belgia di Piala Dunia sejak terakhir kali tampil pada 2002. Meski kalah di babak 16 besar Piala Dunia 2014 oleh Argentina, Wilmonts pernah berujar bahwa timnas Belgia memiliki masa depan yang cerah.
"Kami berhasil melangkah dan kami memiliki tim hebat dengan masa depan cerah," ucapnya kepada Telegraph.
Pernyataan Wilmots sepertinya benar terjadi, dengan bekal skuat yang kualitasnya jempolan pada seluruh lini, asa untuk mengulangi kisah manis menyamai Piala Dunia 1986 menyembul. Kualitas tim yang dinakhodai Roberto Martinez mumpuni untuk itu. Namun mereka harus mampu melewati adangan Brasil dan kemudian Prancis atau Uruguay. Bukan tugas mudah bagi Eden Hazard walaupun tak mustahil.