REPUBLIKA.CO.ID,Apa yang terjadi dengan Prancis? Juara Piala Dunia 1998 dan Piala Eropa 2000 itu tak bisa berbuat banyak di Piala Dunia 2010. Bahkan bisa dibilang mereka menjadi bulan-bulanan lawan, juga media.
Masalah prestasi diperparah dengan kondisi internal tim yang kacau balau. Pemain dan pelatih tidak lagi memiliki satu visi, dan masing-masing seperti memiliki kepentingan. Prancis pun tak ubahnya tim non unggulan, atau bahkan layaknya tim debutan yang kesulitan menemukan permainan terbaiknya di kompetisi sepakbola terakbar di jagat bumi ini.
"Mungkin Prancis terlalu memaksakan diri untuk ambil bagian di Piala Dunia 2010," demikian pendapat seorang legenda sepakbola Irlandia Niall Quinn, beberapa waktu setelah Prancis lolos ke putaran final Piala Dunia 2010 dengan cara yang kontroversial.
Ya, Prancis melenggang ke Afrika Selatan lewat laga playoff penuh kontroversi. Gol penyama kedudukan Prancis di leg kedua yang ditorehkan William Gallas merupakan buah dari umpan Thierry Henry yang sebelumnya mengarahkan bola ke kakinya dengan tangan untuk mempermudah mengirim umpan.
Tak pelak, aksi tersebut menuai protes keras dari kubu Irlandia. Mereka merasa didzolimi oleh Henry dan wasit yang tidak melihat insiden kontroversial, yang mengantar Prancis lolos ke Afrika Selatan.
Namun, jika merujuk komentar Quinn, Prancis memeng terkesan terlalu memaksakan diri tampil di Piala Dunia 2010. Pasalnya penampilan mereka di babak kualifikasi UEFA juga tidak bisa dibilang mengesankan.
Berada di Grup 7, Prancis mengukir enam kemenangan, tiga hasil seri dan satu kali kalah. Namun, torehan gol mereka cukup memprihatinkan. Kemenangan yang diraih hanya kemenangan minimalis. Melawan tim lemah Lithuania, Prancis hanya menang 1-0. Bahkan melawan Australia mereka kalah 3-1, sebelum menundukkan Serbia di laga berikutnya dengan skor 2-1.
Kemenangan telak hanya dicatat Prancis kala menghadapi tim lemah Kepulauan Faroe dengan skor 5-0. Prancis pun hanya bisa menduduki posisi runner up di klasemen akhir Grup 7, yang artinya mereka harus melakoni laga playoff untuk bisa meraih tiket ke Afrika Selatan. Lawan yang harus dihadapi adalah Irlandia, runner up Grup 8. Di laga inilah muncul kontroversi yang mengawali pertanyaan mengenai kepantasan Prancis berlaga di Afrika Selatan.
Dan terbukti, Prancis tak cukup matang. Memang kualitas pemain yang mereka miliki berstatus bintang. Siapa yang tak kenal Nicolas Anelka, Franck Ribery, Yoann Gourcuff, Florent Malouda dan banyak lagi lainnya. Hanya saja, masalahnya adalah mereka belum disatukan dalam suatu tim.
Sejak kualifikasi, suara-suara miring kerap terdengar dari internal Prancis. L'Equipe bahkan sempat mengabarkan jika Gourcuff tidak mendapat simpati dari seniornya di skuad Prancis, yang bisa disimpulkan sudah ada keretakan di tim ini. Namun pelatih Raymond Domeneceh memutuskan untuk mengabaikan masalah tersebut dengan tetap menjadikan Gourcuff, pemain yang tidak mendapat respek dari pemain lain, sebagai pengatur serangan. Bisa dibayangkan jadinya seperti apa jika motor serangan tidak mendapat rasa hormat dari pemain lain.
Faktor Domenech juga memiliki peran tersendiri atas kehancuran Prancis di Piala Dunia 2010. Pelatih ini dikenal keras kepala dan tak mau mendengar masukan dari para pemain. Keinginan setiap pemain untuk bisa melihat Henry, bomber andalan Prancis, untuk dimainkan sejak menit pertama juga tak dihiraukannya. Padahal Henry adalah pemain tersubur Prancis saat ini.
Situasi ini menegaskan jika skuad Prancis yang tampil di Piala Dunia 2010 terlalu dipaksakan keberadaannya. Selain itu, terlalu banyak kontroversi yang mengiringi, mulai dari perjalanan tim, pembentukan tim hingga memutuskan siapa yang akan bermain untuk tim. Sepertinya, Prancis memang terlalu memaksakan diri.