Oleh Endro Yuwanto dari Sao Paulo
Ketika tiba di sebuah bangunan di Av. do Estado, Sao Paulo, Brasil, saya seperti merasa menemukan oase di tengah gurun.
Setelah hampir satu pekan tak mendengar suara adzan, untuk kali pertama sejak tiba di negeri Samba ini akhirnya saya bisa mendengarkan adzan di masjid pertama di Brasil, Brazil Primeira Mesquita (masjid) do Brasil atau biasa disebut sebagai masjid Av. do Estado.
Tak sulit untuk mencari Mesquita do Brasil karena letaknya yang berada di ruas jalan Av. do Estado di pusat kota Sao Paulo. Dari persimpangan Se', titik persimpangan metropolitano subway, hanya butuh sekitar 10 menit untuk mencapai masjid dengan menumpang bus jurusan Sacoma.
Jika bingung di mana lokasi tepatnya, kita tinggal bertanya pada orang-orang yang menunggu di halte bus di depan gedung pemadam kebakaran di seberang Katedral Da Se'. Tanya saja di mana mesquita, mereka dengan senang hati menunjukkannya.
Saya mengunjungi mesquita untuk melaksanakan shalat Jumat pada Jumat (13/6). Di sekitar penginapan saya di Diadema sekitar 30 km dari mesquita memang tak ada masjid. Di wilayah yang sebagian besar penduduknya memeluk Katolik itu juga hanya ada tujuh gereja kecil.
Dr Sheikh Abdel Hamid Metwally, ulama dari Mesir, menjadi pemberi khotbah dan menjadi iman shalat Jumat. Ia berdiri di atas mimbar setinggi dua meter. Ia menyampaikan khotbah dalam bahasa Arab. Di akhir khotbah, seorang jamaah lokal menerjemahkan khotbah itu dalam bahasa Portugis.
Pelaksanaan shalat Jumat di mesquita hampir mirip dengan di Indonesia. Hanya ada sedikit pemandangan berbeda di barisan jamaah shalat Jumat.
Di baris paling belakang berjejer kursi yang diperuntukkan bagi jamaah yang berusia lanjut. Sekitar 60 jamaah yang mengikuti shalat Jumat sebagian besar berasal dari Afrika dan Timur Tengah. Ada tiga jamaah dari Brunei Darusalam yang kebetulan berkunjung ke Sao Paulo untuk menonton Piala Dunia 2014.
Seusai shalat Jumat para jamah tak langsung pulang. Pengurus mesquita menjamu saya dan jamaah lainnya dengan makan siang di ruang samping masjid. Kami makan secara prasmanan dengan menu yang tak kalah dengan hotel bintang lima di Jakarta.
"Biasanya setiap selesai Shalat Jumat kami memang memberikan jamuan makan kepada para jamah secara gratis," tutur salah seorang pengurus mesquita Habibi Hadad.
Habibi memperkirakan, populasi Muslim di Brasil saat ini mencapai angka hampir 200 ribu jiwa. "Bangunan masjid kini sudah mencapai puluhan yang tersebar di seluruh wilayah Brasil," kata pria asal Maroko ini.
Habibi yang sudah menetap selama tujuh tahun di Sao Paulo menambahkan, komunitas Islam di Brasil menggunakan nama resmi “Islamic Mutual-Aid Associations” (Sociedades Beneficentes Muçulmanas - SBM).
Organisasi tertuanya pertama kali dibentuk di Sao Paulo tahun 1929. Organisasi yang menempati ruang di sebelah masjid dekat dengan lokasi jamuan makan inilah yang membangun masjid pertama di Brasil yakni Mesquita do Brasil (Brazil Mosque).
Mesquita do Brasil dibangun di atas lahan yang dibeli secara patungan tokoh-tokoh muslim Brasil dan bantuan kerajaan Mesir pada 1942 hingga 1960.
Menurut Habibi, dalam sejarahnya semasa masih dijajah oleh Portugis pada abad ke-16, Brasil dikenal sebagai pengimpor budak Afrika terbanyak di dunia.
Lebih dari tiga juta budak hitam Afrika telah di datangkan ke negara itu selama penjajahan Portugis untuk dijadikan pekerja paksa di lahan lahan perkebunan milik Portugis.
"Sebagian dari para budak hitam Afrika itu adalah Muslim,'' kata dia. ''Dengan sendirinya gelombang kedatangan tiga juta budak Afrika ke Brasil menjadi titik awal masuknya Islam ke Brasil."
Perkembangan Islam di Brasil, kata Habibi, memasuki era baru dengan kebijakan pembebasan perbudakan di penghujung abad ke-16 yang kemudian memunculkan berbagai komunitas Muslim dan di kemudian hari bergabung dengan Muslim imigran dari India dan Pakistan. Perkembangan Islam juga diperkuat dengan masuknya imigran Muslim dari Timur Tengah atau Arab.
Gelombang masuknya imigran Arab, kata Habibi, ini meningkat di era 1970-an seiring dengan terjadinya perang saudara di Lebanon (1975-1990) serta berlanjutnya pendudukan wilayah Palestina oleh Israel.
Meskipun sebagian besar muslim di Brasil merupakan para imigran Arab serta keturunannya, lanjut dia, namun di dekade terakhir telah tumbuh dengan pesat pemeluk Islam mualaf dari kalangan non-Arab termasuk warga Brasil yang turut menjadi bagian dari komunitas Muslim di Sao Paulo.
"Islam tumbuh baik dan berkembang di sini," jelasnya.