REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Endro Yuwanto dari Sao Paulo
Andai tim nasional Indonesia lolos ke Piala Dunia 2014 di Brasil, sudah dipastikan akan ada satu warga Sao Paolo yang menjadi pendukung tim Merah Putih. Namanya Liem Gie Liong (85 tahun).
Meski sudah 54 tahun menetap di Brasil, kecintaan Liem terhadap tanah kelahirannya tidak pernah luntur. Liem bersama sang istri, The Siok Swan (81) tetap bertahan sebagai warga negara Indonesia (WNI). Liem lahir di Semarang, Jawa Tengah pada 24 Agustus 1929 silam.
Bahkan sekalipun harus berhadapan dengan tuan rumah Brasil, Liem tetap akan mendukung tim nasional Indonesia. "Meski saya tahu Indonesia mungkin kalah dari Brasil, saya akan tetap mendukung Indonesia. Karena bagaimanapun saya tetap orang Indonesia,” tutur Liem dalam perbincangan bersama sejumlah jurnalis asal Indonesia di Sao Paulo.
Liem datang ke Brasil pada Februari 1960 silam bersama keluarganya karena diajak rekan-rekannya untuk bekerja di negara kawasan Amerika Selatan itu. Pada dekade 1960-an, perekonomian Indonesia sedang semrawut. Inflasi tinggi, kelaparan di mana-mana, situasi politik memanas, dan puncaknya pada malapetaka 1965. Pascatragedi yang menewaskan ratusan ribu orang tersebut, sentimen negatif kepada kalangan warga Tionghoa meninggi.
Liem pun memilih menyingkir dan memperbaiki taraf hidup dengan hijrah ke Brasil, Kala itu ia harus menempuh perjalanan laut selama 45 hari sebelum mendarat di pantai Santos.
Selama di Brasil, berbagai pekerjaan dan usaha sudah dijalani Liem, Mulai dari bekerja di perusahaan truk, berjualan kerupuk, bermain saham, sampai usaha ayam potong. "Di Brasil seorang imigran harus bekerja keras jika ingin tetap hidup,” ujarnya.
Liem yang memiliki tiga anak, Regina Liem (52), Stefanus Boen Liem (47), dan Paulina Boen Han Liem (37) ini lantas mengingat, ketika ia sampai di Brasil pada 1960, sudah ada orang Indonesia yang lebih dulu bermukim di negeri Samba. "Pada akhir 1950-an mulai ada orang kita di sini. Saya mungkin gelombang kedua yang tiba Brasil," jelasnya.
Saat ini, lanjut kakek dari lima cucu ini, ada sekitar 400-an orang Indonesia yang tinggal di Sao Paulo. Di Brasil, kata Liem, kota dengan komunitas Indonesia terbesar, baik yang masih memegang paspor Indonesia maupun telah berganti kewarganegaraan Brasil adalah kota Mogi das Cruzes, sekitar 45 km dari Sao Paulo.
Liem menuturkan, setiap beberapa bulan sekali orang-orang Indonesia di Sao Paulo dan sekitarnya berkumpul. Biasanya, Liem didapuk menjadi sesepuh. "Kita ngobrol-ngobrol sambil melepas kangen. Kadang kita menikmati masakan khas Indonesia,” kata Liem yang kini berstatus permanent resident di Brasil dengan tetap mempertahankan kewarganegaraan Indonesia.
Selama tinggal di Brasil, Liem sudah 17 kali pulang ke Indonesia. Kali terakhir ia kembali ke tanah air pada 1998. Saat ini ia tidak punya keinginan untuk pulang lagi. Bukan karena tidak rindu kampung halaman, melainkan karena faktor usia yang sudah tidak memungkinkannya lagi untuk terbang lebih dari 24 jam. Semua teman-teman seangkatan dan saudara-saudaranya di Indonesia juga sudah meninggal dunia.
Liem hanya berharap agar Indonesia lebih damai, maju, dan sejahtera. Itu sebabnya ia selalu
mengikuti perkembangan berita di tanah air, termasuk perkembangan sepak bola di Indonesia. Sayangnya, keinginan Liem untuk menyaksikan skuat Garuda merumput di Brasil tak pernah terwujud.