Kamis 20 May 2010 19:25 WIB

Piala Dunia 1982: Kejayaan Catenaccio dan Si Oportunis Rossi

Rep: Arif S/ Red: Endro Yuwanto

REPUBLIKA.CO.ID, Ada penambahan jumlah peserta dalam Piala Dunia 1982 di Spanyol. Jika selama ini jumlah peserta tak lebih dari 16 tim, kali ini FIFA mengubahnya menjadi 24 tim. Perubahan ini membuat jatah tim Afrika dan Asia-Pasifik menjadi bertambah.

Sekalipun menjadi tuan rumah, ternyata itu tak membuat prestasi kesebelasan Spanyol  bersinar. Mereka tertatih-tatih untuk bisa lolos ke putaran kedua yang menyisakan 12 kesebelasan dan terbagi lagi ke dalam empat grup.

Hanya menang sekali 2-1 atas Yugoslavia, ditahan Honduras 1-1, dan kalah 0-1 dari Irlandia Utara, sungguh bukan prestasi yang memadai untuk Spanyol yang nama besarnya di kancah sepak bola begitu menggema. Di putaran kedua, Spanyol pun tersingkir oleh Jerman Barat.

Kejutan besar ditorehkan Italia. Berangkat ke Spanyol dengan compang-camping lantaran kasus suap atas beberapa pemain intinya, tim Azzuri justru menemukan permainan terbaiknya. Di penyisihan grup, Italia nyaris tersingkir. Tiga kali berlaga dan hanya membawa hasil seri: lawan Polandia 0-0, lawan Peru 1-1, dan bertemu Kamerun 1-1.

Italia berada di urutan kedua mendampingi Polandia. Italia lolos karena unggul gol memasukkan 2-2, sedangkan Kamerun 1-1.

Namun di putaran kedua, Italia seperti kesetanan. Tim unggulan dan juara bertahan Argentina dibabat 2-1. Favorit juara Brasil juga disikat 3-2. Andalan permainan Italia ketika itu justru pertahanannya yang ampuh dengan sistem grendel atau catenaccio yang begitu sempurna diracik pelatih Enzo Bearzot.

Para pemain akan bergerombol di belakang secara disiplin setiap ada serbuan lawan. Begitu ada kesempatan, secepat kilat mereka melakukan serangan balik. Strategi ini amat jitu diperankan oleh Claudio Gentile, Gaetano Scirea, Guiseppe Bergomi, Bruno Conti, Guiseppe Graziani, Marco Tardelli, dan rekan-rekan. Mereka sungguh tangguh membela setiap jengkal tanah di depan kiper gaek sekaligus kapten tim Dino Zoff.

Paolo Rossi dibiarkan sendirian di depan dan senantiasa siaga menerima bola muntah untuk diceploskan ke gawang lawan sehingga dia mendapat julukan si oportunis. Pemain yang terlibat skandal suap itu seolah ingin membuktikan, bahwa tak sia-sia timnya merehabilitasi namanya. Ia akhirnya malah jadi penentu. Setelah mandul di penyisihan, Rossi memborong tiga gol di putaran kedua ke gawang Brasil. Dua gol lain dicetak Rossi saat menggulung Polandia di semifinal 2-0.

Dalam semifinal lain, Jerman Barat lolos dengan mengalahkan tim atraktif Prancis lewat adu penalti 5-4, setelah skor 3-3 saat perpanjangan waktu. Partai ini ditandai peristiwa mengerikan, lantaran tonjokan kiper Jerman, Harald 'Toni' Schumacher, membuat gigi bek Prancis, Patrick Batiston, rompal tiga biji.

Kehebatan Rossi berlanjut di final. Satu golnya melengkapi kemenangan Italia 3-1 atas Jerman Barat. Rossi pun menjadi pencetak gol terbanyak: 6 gol. Uniknya, keenam gol itu dikemas hanya dalam tiga pertandingan terakhir.

sumber : Berbagai sumber
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement