REPUBLIKA.CO.ID, SAO PAOLO -- Brasil mengerahkan 170.000 personel untuk mengamankan Piala Dunia dari gangguan perusuh dari dalam dan luar negeri. Unjuk rasa massal menentang Piala Dunia dan konflik berdarah yang baru-baru ini terjadi membuat pihak berwenang meningkatkan kewaspadaan menjelang dimulainya event itu 12 Juni.
Ancaman dari fans garis keras datang dari perbatasan dengan Argentina, juga dari Inggris dan negara Eropa lainnya.
Presiden Dilma Rousseff pekan ini memerintahkan tentara untuk membantu polisi menjaga hotel-hotel dan tempat-tempat latihan 32 tim peserta, demikian pernyataan kementerian pertahanan Brasil.
Sebanyak 30 tentara dikirim ke tempat pemusatan latihan tim Brasil di Teresopolis, luar kota Rio de Janeiro.
Brasil akan tampil pada partai pembukaan melawan Kroasia 12 Juni. Sebanyak 1.800 petugas keamanan swasta telah ditugaskan untuk menjadi 12 stadion Piala Dunia. Senyak 700 agen federal juga disiagakan jika diperlukan.
Panitia juga memasang kamera-kamera, sinar laser, dan alat deteksi metal untuk mengantisipasi adanya benda berbahaya di stadion. Penonton dilarang membawa "caixirola" sejenis terompet yang oleh pemerintah Brazil sempat dipromosikan seperti "vuvutela" di Afsel.
Saat pertandingan-pertandingan uji coba tahun lalu, sejumlah penonton melempar caixirola ke lapanan. Pihak berwenang menilai benda tersebut dikhawatirkan bisa dipakai sebagai senjata. Brasil menggalang kerja sama intelijen dengan Argentina, Inggris dan negara-negara lain yang dikenal memiliki suporter perusuh.
"Kami sudah sepakat dengan FIFA, tujuannya adalah menghadang mereka (perusuh) agar tidak bisa datang. Tapi jika masih lolos, kami akan halangi mereka masuk stadion," kata Presiden Dilma Rousseff.
Puluhan ribu suporter Argentina diperkirakan akan menyeberangi perbatasan untuk mendukung timnya di Brazil.
Suporter garis keras Argentina, yang dikenal dengan julukan "barras bravas", terlibat kerusuhan pada Piala Dunia 1986 di Meksiko, di Prancis 1998 dan Afsel empat tahun lalu.
Pemerintah Argentina telah menyerahkan daftar nama-nama suporter yang suka berbuat onar. Namun pemerintah Brazil mengakui tidak mungkin bisa menghadang semua pembuat onar. Saat turnamen Piala Konfederasi tahun lalu di Brazil, tidak ada kerusuhan di stadion, tapi justru terjadi di jalanan saat unjuk rasa massal.