REPUBLIKA.CO.ID, Laporan wartawan Republika, Citra Listya Rini, dari Moskow
Dari kejauhan, terlihat sosok seorang pria berdiri gagah menjulang tinggi di depan wajah Stadion Luzhniki, Moskow. Semakin mendekat ternyata sosok pria itu adalah Vladimir Lenin.
Tentu saja, Lenin yang saya maksud hanya dalam wujud patungnya. Ini mengingat tokoh revolusioner Rusia itu telah wafat pada 21 Januari 1924. Meski hanya patung, aura Lenin yang mendewakan kaum buruh itu begitu terasa di Stadion Luzhniki. Apalagi stadion kebanggaan warga Moskow itu tidak kalah gagahnya dengan sosok Lenin.
Menilik ke sejarah, Lenin terkenal mendorong kaum pekerja sebagai penguasa dunia. Secara tidak langsung keinginan sang revolusioner itu terwujud pada Kamis (14/6). Kaum proletar berpesta pora di Stadion Luzhniki. Maksud kaum proletar di sini adalah para suporter negara kontestan di Piala Dunia 2018.
Kenapa saya berkata demikian? Dari berbagai sumber yang saya kutip, diketahui di sejumlah negara Eropa dan Amerika Latin, bahkan Indonesia, sepak bola disebut tontonan hiburan masyarakat kelas buruh. Tentu Anda boleh setuju atau sebaliknya dengan pernyataan tersebut.
Sejarah yang ada di Inggris, klub sepak bola adalah tempat mereka mengidentifikasikan diri. Jadwal pertandingan Liga Primer Inggris digelar setiap Sabtu dan Ahad sore, untuk memberikan kesempatan kepada para buruh melepaskan kelelahan mereka dengan menyaksikan para pesepak bola favoritnya mencetak gol.
Wartawan Republika, Citra Listya Rini di dekat patung Lenin, Stadion Luzhniki, Moskow.
Seiring perkembangan waktu, kaum pekerja yang mencintai sepak bola bukanlah mereka yang murni tak berduit. Buktinya mereka para penggila sepak bola dari seantero jagat mampu menjejakkan kaki di Rusia demi menikmati Piala Dunia 2018.
Mereka harus membeli tiket pesawat, tiket kereta, tiket pertandingan, bayar tempat penginapan hingga suvenir khas Piala Dunia 2018 yang harganya tidak murah. Embel-embel sepak bola identik dengan kaum buruh tampaknya telah lepas seiring naik kelasnya kasta hidup para pecinta olahraga si kulit bundar.
Berdasarkan pengamatan langsung saya di Rusia, para suporter yang datang sama sekali tidak terlihat lusuh. Mereka justru berpenampilan stylish dan tidak ambil pusing saat hendak merogoh koceknya. Kini, mereka menguasai dunia karena Piala Dunia selalu menyedot perhatian khalayak luas di planet bumi. Lenin pasti diam-diam tersenyum melihat para tamunya di Stadion Luzhniki.