REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sumatra Barat memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Sumatra Barat secara kumulatif 2018 akan bertengger di rentang 4,8 persen hingga 5,2 persen. Sebetulnya angka proyeksi BI tersebut sedikit lebih rendah dibanding realisasi pertumbuhan ekonomi Sumatra Barat pada 2017 lalu sebesar 5,29 persen. Sementara khusus untuk kuartal IV, ekonomi Sumbar diyakini bisa tumbuh 5,0 persen sampai 5,4 persen.
Kepala Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi BI Sumbar, Bimo Epyanto, menyebutkan faktor pendorong pertumbuhan ekonomi Sumbar masih didominasi oleh komponen ekspor. Sumatra Barat merupakan provinsi yang bergantung pada komoditas ekspor minyak kelapa sawit (CPO) dan karet. Pada kuartal III 2018, komponen ekspor mampu tumbuh paling tinggi sebesar 8,41 persen setelah sempat mengalami kontraksi pada kuartal sebelumnya.
"Faktor yang mendongkrak pertumbuhan Sumbar, perbaikan ekonomi India dan AS. Ya itu tadi, CPO sebagian besar diekspor ke India, AS, dan Eropa," jelas Bimo di sela pelatihan wartawan di Yogyakarta, pekan lalu.
Bimo berharap Pemprov Sumbar mampu menumbuhkan sektor produktif yang mampu menggerakkan perekonomian di luar ekspor dua komoditas tadi. Menurutnya, dibangunnya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mentawai dan Mandeh merupakan terobosan bagi pemeritah untuk menumbuhkan sentra ekonomi baru. Dari sana, lanjutnya, ekonomi bisa tumbuh dari sisi investasi dan menggerakkan daya beli masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi Sumatra Barat mulai menunjukkan pemulihan di kuartal III 2018, setelah menunjukkan perlambatan sejak 2016. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis, angka pertumbuhan Sumbar di kuartal III 2018 sebesar 5,24 persen (tahun ke tahun / yoy). Angka ini lebih tinggi dibading capaian pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,17 persen di kuartal ini.
Laju pertumbuhan Sumbar kali ini juga masih lebih tinggi dibanding raihan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I dan II tahun 2018 masing-masing sebesar 4,69 persen dan 5,09 persen (yoy). Meski begitu, pertumbuhan ekonomi kuartal ini masih lebih rendah dibanding capaian kuartal yang sama tahun 2017 lalu, sebesar 5,37 persen (yoy).
"Ini didukung konsumsi sapi potong yang tinggi saat kurban, produksi CPO yang naik, produksi semen yang tumbuh, serta permintaan transportasi yang masih tinggi selepas Lebaran hingga Idul Adha," jelas Kepala BPS Sumbar Sukardi.
Secara umum, sumber pertumbuhan ekonomi Sumatra Barat masih ditopang oleh konsumsi rumah tangga dengan porsi 52,25 persen atau lebih dari separuh struktur PDRB. Dari angka pertumbuhan 5,25 persen pada kuartal III 2018, konsumsi rumah tangga menyumbang 2,41 persen. Sisanya diisi oleh investasi, konsumsi pemerintah, ekspor, impor, dan konsumsi LNPRT.