REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Sebagai salah satu langkah untuk memperkuat ekspor, pemerintah menginstruksikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melakukan ekspor dengan catatan, kebutuhan dalam negeri telah terpenuhi. Menteri BUMN Rini Soemarno mendorong agar semua BUMN yang memiliki produk yang bisa dipasarkan ke luar negeri untuk segera melakukan ekspor.
Pemerintah Indonesia sebenarnya telah mengeluarkan serangkaian kebijakan fiskal, termasuk pemberian Penugasan Khusus Ekspor (PKE) kepada LPEI atau disebut juga dengan National Interest Account (NIA) untuk mendukung program ekspor nasional yang dianggap penting oleh Pemerintah.
NIA adalah penugasan khusus oleh pemerintah melalui Menteri Keuangan kepada LPEI untuk memberikan fasilitas pembiayaan, penjaminan, atau asuransi kepada proyek-proyek yang dianggap strategis oleh Pemerintah. Hal ini ditempuh untuk memperkuat ekspor dan outbound investment Indonesia yang merupakan dua kunci utama dan menjadi perhatian Pemerintah untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Hingga tahun 2018, melalui keputusan yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan, LPEI telah menerima sebanyak lima penugasan khusus dengan total alokasi dana sebesar Rp 2,7 triliun. Adapun kelima PKE tersebut adalah ekspor gerbong kereta api ke Bangladesh, fasilitas pembiayaan kepada UKM supplier eksportir dalam rangka ketahanan usaha, ekspor gerbong barang dan penumpang ke Bangladesh dan Srilanka, ekspor pesawat udara ke Thailand, Nepal, Uni Emirat Arab, dan negara di Kawasan Afrika, serta ekspor komoditas ke Kawasan Afrika.
Kepala Subdirektorat Mitigasi Risiko Lembaga Keuangan dan Instrumen Mitigasi Risiko Kementerian Keuangan, Fajar Hasri Ramadhana, merinci terkait program NIA yang ditugaskan kepada LPEI. Menurutnya, program ini sejak awal telah memiliki dasar hukum yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 di mana kemudian ditindaklanjuti dengan program Menteri Keuangan Nomor 198 tahun 2017.
"Nah, dengan adanya kebijakan ini, LPEI dapat memberi pinjaman, penjaminan, dan juga asuransi untuk transaksi yang secara komersil sulit dilakukan namun dianggap penting oleh Pemerintah. Kami melihat bahwa produksi industri pertahanan ini adalah produk unik di mana konsumennya terbatas dan memerlukan pembiayaan khusus agar bisa berkembang," ucap dia berdasarkan rilis yang diterima Republika.co.id, Rabu (21/11).
Dengan adanya kebijakan tersebut, setidaknya Pemerintah mengharapkan tiga tujuan utama, yaitu meningkatkan daya saing dari industri dalam negeri, mendorong pertumbuhan, dan mendorong ekspor nasional dalam jangka panjang.
Direktur Eksekutif Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) Shintya Roesly mengatakan, pembiayaan LPEI cukup membantu menghadapi kendala yang dirasakan BUMN ketika melakukan ekspansi usahanya, terutama ke pasar prospektif.
Sinergitas ini akan membuat mitra Indonesia di pasar prospektif semakin luas. Jika lembaga pembiayaan dan pelaku ekonomi seperti BUMN mampu membangun hubungan yang baik, maka bisa mendapatkan ekonomi yang kuat, tahan guncangan dari kondisi perekonomian global.
Di sisi lain Menteri Keuangan Sri Mulyani juga telah mendorong agar LPEI dapat bekerja lebih keras, berinovasi dan berkolaborasi dengan para stakeholders termasuk BUMN dalam rangka meningkatkan ekspor. Sinergitas ini akan membuat mitra Indonesia di pasar prospektif semakin luas.
Jika lembaga pembiayaan dan pelaku ekonomi seperti BUMN mampu membangun hubungan yang baik, maka bisa mendapatkan ekonomi yang kuat dan tahan guncangan dari kondisi perekonomian global.Di sisi lain Menteri Keuangan juga telah mendorong agar LPEI dapat bekerja lebih keras, berinovasi, dan berkolaborasi dengan para stakeholders termasuk BUMN dalam rangka meningkatkan ekspor.
Ekspor produk BUMN di bidang industri strategis juga didorong untuk meningkat. Adapun BUMN strategis yang pada tahun ini berkomitmen untuk mengekspor produknya yakni PT Pindad (Persero), PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, PT Industri Kereta Api/INKA (Persero), PT Barata Indonesia (Persero), dan PT Dirgantara Indonesia (Persero).
Pada tahun ini, Pindad memproyeksikan dapat mengekspor produk senjata, amunisi, dan kendaraan tempurnya ke Thailand, Brunei, Myanmar, Korea Selatan, dan Perancis untuk mendukung misi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Nilai yang ditargetkan dalam ekspor ini mencapai Rp 78 Miliar. Adapun PT INKA telah memiliki kontrak ekspor kereta dengan Filipina dan Bangladesh dengan nilai masing-masing mencapai Rp 1,36 Triliun dan Rp 126 Miliar.
Sementara itu, PT Krakatau Steel menargetkan ekspor baja hot rolled coil ke Malaysia dan Australia akan mencapai Rp 907 Miliar pada tahun 2018. PT Barata Indonesia (Persero) yang akan mengekspor komponen perkeretaapian ke Amerika, Afrika, dan Australia memiliki target nilai yang mencapai Rp 210 Miliar.