REPUBLIKA.CO.ID, DHARMASRAYA -- Harga karet di tingkat petani tak kunjung membaik selama lima tahun belakangan. Salah seorang petani karet di Nagari Banai, Kabupaten Dharmasraya, Sumatra Barat, Anasrul (45 tahun) mengaku menjual karetnya pada harga Rp 6 ribu per kilogram (kg). Angka tersebut jauh di bawah harga karet periode 2012-2013 lalu yang sempat tembus Rp 20 ribu per kg di tingkat petani. Kondisi ini, lanjut Anasrul, membuat petani harus pintar-pintar mencari usaha sampingan untuk sekadar menjaga nasi tetap terhidang.
"Ini sudah lima tahun harga anjlok begini," ujar Anasrul ditemui di desanya, Kamis (22/11).
Petani karet di Nagari Banai sendiri harus menjual karet sebulan sekali kepada pembeli yang datang dari kota. Kondisi akses jalan yang belum mulus membuat petani kesulitan untuk membawa hasil bumi ke pusat kabupaten. Bahkan ketika kendaraan roda empat belum bisa menyentuh desa, dahulu petani terbiasa mengirim karet yang dipanen melalui sungai. Anasrul berharap pemeritah punya cara untuk menggenjot lagi harga karet yang terus terpuruk.
"Nanti berton-ton baru dibawa keluar pakai mobil agen. Kalau dulu sebelum pakai mobil, pakai rakit kayu bawanya," katanya.
Keluhan Anasrul ternyata didengar oleh para pimpinan daerah. Dalam Rapat Koordinasi Gubernur se-Sumatra di Kota Padang, Kamis (22/11), isu soal anjloknya harga karet dan sawit menjadi salah satu pembahasan utama. Kedua komoditas tersebut memang produk unggulan ekspor bagi nyaris seluruh provinsi di Sumatra.
"Sawit dan karet merosot. Memang harga ini bergantung pada harga pasaran dunia. Tapi perlu upaya agar ada industri hilir untuk olahan sawit dan karet dalam negeri, sehingga harga tak terus-terusan mengacu ke harga dunia," ungkap Fachrori Umar, Plt Gubernur Jambi.
Pada pimpinan daerah kemudian mendorong pemerintah pusat untuk memprioritaskan pembangunan infrastruktur jalan menggunakan aspal karet. Penyerapan produk karet untuk pembangunan infrastruktur diharapkan mampu memulihkan lagi harga karet yang lesu.
"Kami mengajak gubernur se-Sumatera, mendesak pemerintah pusat untuk merumuskan payung hukum berupa Perpres tentang penggunaan aspal karet di seluruh Indonesia," ujar Fachrori.
Sementara itu, Gubernur Sumatra Barat, Irwan Prayitno (IP), juga menyatakan dukungannya terakit usulan penggunaan aspal karet untuk pembangunan di seluruh Indonesia. Dengan kondisi itu, menurutnya, produk karet di Sumatra tak perlu diimpor seluruhnya.
"Kalau ada pasar domestik untuk produk olahan karet, maka harga tak perlu dikendalikan pasar dunia. Ini usulan bagus, saya perlu didesak ke pusat," kata dia.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah terus melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan permintaan komoditas karet lokal, terutama di pasar internasional. Hal ini dilakukan mengingat harga karet global yang tidak bersahabat, yakni di rentang 1.300 dolar AS sampai 1.350 dolar AS per ton.